Masyarakat yang tinggal di Lampung, Jakarta, Yogyakarta, Banyuwangi hingga Mataram pada Jumat, 2 Agustus 2019 waktu lalu merasakan gempa yang terjadi pukul 19:03WIB.
Saat itu, Badan Meteorologi dan Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sempat mengeluarkan peringatan dini Tsunami untuk wilayah Banten, Bengkulu, Jabar, dan Lampung. Peringatan dini ini muncul berdasarkan data kedalaman gempa yang didapat oleh BMKG, yaitu 10 km dengan Magnitudo 7.4. Gempa yang terjadi pada kedalalaman 10 km atau lebih di dalam laut dan memiliki magnitudo besar memang dapat memicu tsunami.
Sehari setelahnya, berdasarkan perhitungan manual data BMKG, Magnitudo gempa yang terjadi pada tanggal 2 Agustus 2019 itu direvisi menjadi data baru yaitu, gempa berkekuatan Magnitudo 6.8 dengan kedalaman 48 km.
Menurut Gayatri Indah Marliyani, Ph.D., dosen Departemen Teknik Geologi FT UGM, pakar Tektonik Aktif Geologi Gempa Bumi; karakteristik gempa yang dirasakan hingga ratusan kilometer biasanya berpusat di bagian dalam zona subduksi. Sehingga, revisi informasi BMKG berdasarkan perhitungan manual yang menyatakan bahwa kedalaman gempa adalah 48 km dinilainya lebih akurat.
“Gempa yang berpusat di bawah zona subduksi, yang dalam istilah geologi disebut intra-slab berbeda dengan gempa megathrust. Gempa megathrust berkekuatan besar dan terjadi di kedalaman dangkal, dapat memicu tsunami. Sedangkan gempa Banten ini terjadi di patahan lempeng samudra yang tidak membentuk patahan yang konsisten atau bergerak naik, sehingga air laut tidak terdampak, dengan kata lain tidak memicu tsunami,” terangnya.
Ketika ditanya apakah akan ada gempa susulan dari gempa Banten ini, Gayatri menjelaskan bahwa gempa intra-slab dengan hiposenter dalam sangat jarang menimbulkan gempa susulan. Hal tersebut berbeda dengan gempa dangkal yang memiliki sesar-sesar kecil, dimana kejadian gempa dapat menimbulkan gempa susulan berkekuatan kecil.
Humas Departemen (Wita) | 7 Agustus 2019