Penulis: Radindya Aranta Danendra
Inilah pengalaman sebagai mahasiswa Teknik Geologi Angkatan 2022. Perkenalkan sang penulis Radindya Aranta Danendra. Sudah tidak terasa telah memasuki semester 4 dan semester 5, momen di mana kewajiban mahasiswa Teknik Geologi yaitu Kuliah Lapangan Geologi. Kegiatan ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk syarat kelulusan di Teknik Geologi. Menurut Bu Esti Handini selaku ketua pelaksana KL, kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa mampu mengambil data geologi permukaan secara sistematis, mampu membuat preparasi sampel dengan baik, mampu melakukan analisa laboratorium secara komprehensif, dan mampu menyusun laporan geologi yang akurat beserta laporan terkait. Sebanyak 139 mahasiswa tanpa terkecuali di semester 4/5 harus menyelesaikan salah satu mata kuliah wajib yaitu Pemetaan Geologi. KL dilaksanakan dalam dua tahap, yakni KL kelompok dan mandiri. KL kelompok dilaksanakan selama 10 hari bertempat pada Kampus Lapangan Geologi UGM, Kecamatan Bayat. Lalu, dilanjut KL mandiri di daerah Desa Cerme dan sekitarnya, Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Diawali dengan kegiatan KL Bayat, yang dimulai pada tanggal 2 Juli 2024 pada hari Selasa. Sambutan dari Kepala Departemen Teknik Geologi, Ir. Agung Setianto, S.T., M.Si., IPM diakhiri dengan pelepasan mahasiswa dari Kampus Grafika, sebutan untuk Fakultas Teknik UGM menuju Bayat. Perjalanan ditempuh dalam waktu sekitar satu setengah jam. Kegiatan KL Bayat dilakukan selama 10 hari. Sesampainya di Bayat, seluruh mahasiswa bergegas meletakkan barang dan langsung menuju lapangan didampingi oleh dosen serta asisten kelompoknya masing-masing. Hari pertama mahasiswa dikejutkan dengan tracking yang menempuh jarak kurang lebih 7 km. dengan total lima stasiun titik amat. Stasiun titik amat merupakan tempat mahasiswa mengamati kondisi sekitar mulai dari koordinat, morfologi, litologi atau batuan, struktur geologi, hingga potensi yang ada. Semua informasi tersebut dicatat dalam Buku Catatan Lapangan atau BCL. Sungguh, baru hari pertama sudah membuat para mahasiswa trauma, termasuk Radin. Bahkan, di hari pertama saja Radin sempat mengalami kecapean dan pusing sehingga harus istirahat sejenak yang ditemani oleh kakak asisten.
Kampus Geologi (dokumentasi pribadi)
Pada setiap stasiun titik amat, dosen memberikan penjelasan terkait materi yang akan diujikan pada malam hari. Setelah melalui hari yang panjang di lapangan, makan malam dilaksanakan secara serentak pada ruang tengah pukul 18.00 WIB. Kegiatan masih belum berakhir, setelah makan malam dilaksanakan, mahasiswa harus mengerjakan ujian komprehensif dan kelas malam hingga pukul 24.00 WIB. Kemudian pada pagi hari menjelang subuh sekitar pukul 04.00 WIB, kegiatan dimulai dengan senam pagi. Kegiatan-kegiatan tersebut berulang selama empat hari berturut-turut hingga pada hari kelima, kegiatan lapangan dilaksanakan secara mandiri oleh setiap kelompok yang terdiri atas 4–5 orang. Mahasiswa melakukan pengambilan data pada siang hari dan mengolah data yang didapatkan saat malam hari. Hasil pengolahan data tersebut akan dipresentasikan kepada dosen pembimbing pada hari terakhir kuliah lapangan. Sungguh, merupakan pengalaman yang cukup exhausting. Bahkan Radin sendiri pun dibuat trauma olehnya.
Kegiatan KL Bayat (dokumentasi pribadi)
Meskipun kegiatan KL Bayat ini membuat mahasiswa capek dan trauma, tapi ada manfaatnya juga, khususnya bagi mahasiswa sebagai calon geologist di masa depan. KL Bayat ini merupakan kegiatan untuk melatih skill basic tentang pengambilan data geologi di lapangan dengan baik dan benar. Mahasiswa benar-benar diajarkan mulai dari buat peta lintasan yang benar, lalu mencatat koordinat, lokasi STA, tanggal, dan cuaca di lapangan, lalu diajarkan juga mengamati morfologi, bata-batas arah mata angin, litologi, dan struktur, lalu diajarkan pula cara mengambil sampel batuan dengan benar, serta cara membuat kolom litologi. Semua itu diajarkan dengan lengkap selama KL Bayat. Kemampuan-kemampuan inilah yang diharapkan bisa diaplikasikan, baik saat melakukan KL mandiri maupun kegiatan di lapangan saat kerja nanti.
Selama pemetaan, secara tidak langsung mahasiswa juga mengenal Bayat baik dari budayanya, masyarakatnya, hingga tempat-tempat wisatanya. Bayat sendiri telah menjadi suatu hal yang sudah dekat dengan mahasiswa Teknik Geologi. Kegiatan semalam sebelum pulang, dilakukanlah perayaan berupa bakar-bakar poster, serta bersenang-senang, foto-foto, dan ngobrol-ngobrol. Kalau dikasih pilihan buat ngulang KL ini, aku pilih nggak akan aku ulang. Bukan karena berat dan capeknya, tapi karena kenangan yang terulang nggak akan sama,” ucap Muhammad Arief Al-Hakeem, salah satu peserta KL. Walaupun sejujurnya, para mahasiswa sudah selesai dengan peristiwa “penjara” di Bayat. Kenangan di Bayat terus tertanam dalam diri masing-masing mahasiswa. Lalu, besok paginya, mahasiswa melakukan sarapan, lalu menyimpan barang-barang di dalam bus, lalu melakukan penutupan dan foto bersama. Setelah itu, mahasiswa pulang ke Fakultas Teknik dan kembali ke kosnya/rumah masing-masing.
Kegiatan api unggun (dokumentasi pribadi)
Dua hari beristirahat, mahasiswa kembali melanjutkan kegiatan KL. Kali ini tenaga ekstra harus dipersiapkan sebab pemetaan dilakukan secara mandiri di area berukuran 4×5 m atau yang biasa disebut dengan kavling. Setiap peserta mendapatkan nomor kavling masing-masing sesuai dengan undian yang telah dilakukan pada awal semester. Kegiatan pemetaan ini sendiri telah dipersiapkan sebelumnya oleh panitia mahasiswa yang dibentuk di semester sebelumnya. Panitia mahasiswa tersebut bertugas untuk menghubungi Kepala Perhutani, Kepala Badan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, dan Kepala Daerah setempat untuk pembuatan surat izin kuliah lapangan. Kegiatan pemetaan ini merupakan paket lengkap. Mahasiswa juga belajar bagaimana sebuah organisasi berjalan dengan birokrasinya.
Setelah semua izin telah terbit, surat tersebut harus sampai di tangan Kepala Kecamatan (Camat) dan Kepala Desa (Kades). Salah satu peserta bernama Radindya Aranta Danendra mendapatkan kavling nomor 37 yang seluruh areanya terletak pada Desa Cerme dan sekitarnya. Lokasinya terletak di Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali dengan jarak tempuh kurang lebih 1,5 jam dari Kota Bojonegoro maupun Kota Nganjuk. Desa yang terdapat pada kavling Radin terdiri atas Desa Cerme, Desa Banyupait, dan Desa Gedangan.
Lalu, di daerah Juwangi pada luar kavling pemetaan, Radin dan kelompok 15 menginap di salah satu rumah yang disewakan. Fasilitasnya cukup nyaman, terdapat 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi. Setiap pagi sekitar jam 5, Radin selalu bangun dan melaksanakan solat subuh. Lalu, jam 6 hingga 7 pagi, Radin melakukan persiapan seperti mandi dan sarapan ringan. Lalu, jam 7 hingga sore sekitar jam 4 sore, Radin melakukan pemetaan geologi dengan teori yang sudah diajarkan dari Bayat. Setelah itu, Radin kembali ke penginapan kembali dan melakukan bersih-bersih dan makan malam. Lalu, dilanjut dengan istirahat maupun memasukkan data cadangan hasil pemetaan geologi pada hari tersebut.
Masyarakat di daerah kavling hidup dalam kesederhanaan dan mengandalkan hasil kebun seperti jagung dan perkebunan lainnya untuk kebutuhan sehari-hari. Lalu, terdapat juga yang pekerjaannya berupa mengumpulkan dan membawa rerumputan, membawa kayu-kayu pohon, penjaga warung kecil, dan pekerja tambang. Pada daerah kavling 37, tanah berada di atas litologi yang dominannya batunapal dan batugamping yang bertekstur seperti kapur. Batunapal berada pada daerah yang cenderung lebih landai serta pada perbukitan zona sesar pada bagian Selatan. Sedangkan, batugamping berada pada daerah perbukitan dengan elevasi 220 mdpl yang sedikit curam. Lalu, cuaca pada daerah kavling terasa sangat panas, sehingga membuat Radin harus berkali-kali berteduh di warung dan jajan minuman dingin. Fasilitas di Desa Cerme bisa terbilang jauh dari kata baik. Kurangnya fasilitas seperti toko, restoran, bank, rumah sakit, serta jalan desa tersebut masih banyak yang belum teraspal dengan baik dan hancur-hancuran sehingga menyulitkan masyarakat di sana untuk melakukan mobilisasi ke desa lain. Oleh karenanya, masyarakat Desa Cerme kebanyakan menggunakan sepeda motor kopling/manual karena sepeda motor matic tidak dapat menembus lahan perkebunan serta perbukitan dengan elevasi 100-220 mdpl.
Setiap hari, Radin ditemani oleh Mas Mufti menyusuri kavling tersebut mencari singkapan batuan. Mas Mufti membantu saya mengendarai motor dan membantu mengambil sampel batuan. Mas Mufti juga sebagai orang yang sangat fasih dalam Bahasa Jawa, termasuk Jowo Kromo sehingga memudahkan mereka untuk melakukan komunikasi dengan warga sekitar. Mereka juga sempat mengobrol dengan warga daerah sekitar kavling. Suatu saat, sebelum melakukan reconnaissance, terlebih dahulu melakukan pemetaan sebentar. Sebelum balik menemui dosen, mereka sempat berbincang-bincang dengan salah satu warga yang sedang berkebun. Mereka juga mendengarkan pengalaman-pengalaman yang Bapak tersebut alami. Misalnya, sempat menjadi buruh proyek di Jawa Barat, tetapi gajinya tidak sampai pada Bapak tersebut, serta merasakan kerasnya kehidupan di masa lalunya. Lalu, Bapak tersebut sempat berbicara jika kebunnya merupakan milik Perhutani, tetapi diserahkan pada warga untuk mengolahnya menjadi kebun sehingga kebun tersebut termasuk dalam kontrak. Lalu, jika ada suatu pencurian dan ketahuan Perhutani, bisa masuk penjara bagi pelakunya. Lalu, ada warga lain pada saat Radin dan mas Mufti beristirahat yang sempat berbincang-bincang, dan menceritakan pengalaman kerja di daerah rantauan selagi masa mudanya. Pokoknya, sambutan hangat terpancar dari warga, mereka sangat antusias terkait apa yang dilakukan oleh Radin di daerah kavling dan warga selalu siap untuk membantu kegiatan pemetaan.
Tambang batugamping (dokumentasi pribadi)
Pemetaan ini sangatlah berkesan bagi setiap pesertanya sebab mereka bisa belajar bagaimana dapat berbaur dengan masyarakat sekitar, mengagumi keindahan alam, mengenali tiap budaya, semua terkemas dalam satu wadah. Dengan pemetaan geologi tersebut, diharapkan dapat menjadi bermanfaat, khususnya bagi daerah penelitian. Dengan adanya pemetaan geologi ini bisa mengetahui variasi litologi di daerah penelitian dan pemanfaatannya. Misalnya, adanya perbukitan yang terdiri atas litologi batugamping bisa dimanfaatkan sebagai tambang batuan. Warga desa sering menyebutnya sebagai batu kapur. Batugamping ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan. Lalu, tanah daerah litologi napal maupun batugamping bisa dimanfaatkan sebagai perkebunan seperti jagung, perhutanan jati, dan lain-lain. Di hari terakhir, meski berat meninggalkan Desa Cerme namun tidak berarti semua kenangan akan berakhir. Desa Cerme, Kecamatan Juwangi tetap menyimpan cerita yang tidak terlupakan bagi Radin sebagai mahasiswa.
Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024