KLG 2024, The Story of Me

Penulis: Dimaz Yasa Pramudya

2 Juli, 2024: Prelude

KLG merupakan kepanjangan dari Kuliah Lapangan Geologi, sebuah kegiatan yang dilalui seluruh mahasiswa program studi Teknik Geologi UGM, yang kali ini dilaksanakan mahasiswa angkatan 2022, dengan beberapa kakak tingkat 2021. Seperti namanya, kegiatan ini bertujuan untuk melatih mahasiswa Teknik Geologi secara langsung di daerah – daerah tertentu yang dijadikan lokasi pemetaan, dalam hal ini wilayah Bayat, Klaten. Kuliah Lapangan Bayat dilaksanakan di sebuah stasiun tertentu, disanalah kami makan, tidur, istirahat, belajar, dan lain sebagainya. Kegiatan di Bayat dilaksanakan secara kelompok, 4 hingga 5 orang dalam 1 kelompok saling bertukar data dan interpretasi untuk menentukan data dan interpretasi yang paling akurat pada daerah – daerah yang kami amati. 1 Minggu berjalan dari lintasan ke lintasan berpuncak pada penyusunan poster kavling masing – masing kelompok yang sudah diundi, ditemani dan dibimbing oleh dosen masing – masing kelompok.

10 Juli, 2024: Culmination

Hari ini merupakan hari sebelum hari terakhir aku di Bayat. Berhari – hari dengan siklus senam, sholat, sarapan, berangkat, pencatatan data, tracking, pulang dengan bis, belajar, menyusun laporan, tidur hingga bangun lagi, sepertinya akan berakhir setelah sekian lamanya. Aku bersama kelompokku yang dibimbing oleh Pak Yan Restu Freski, mulai menyusun komponen – komponen peta seperti peta, penjelasan sejarah dan wilayah administratif kavling, beserta hasil perhitungan perhitungan lainnya. Berlarian kesana kemari, saling meneriaki dan menanyakan dengan keras, kertas dan pensil warna berserakan dimana – mana, itulah kira – kira suasana malam penyusunan poster tersebut. Tepat sebelum tengah malam kelompokku dan diriku berhasil mengumpulkannya sebelum waktu yang ditetapkan. Selebrasi dan tawa mengisi stasiun dengan suasana yang berbanding terbalik dengan sebelumnya, wajah – wajah yang sebelumnya terbentuk oleh tekanan waktu tergantikan oleh senyum yang menyiratkan terangkatnya suatu beban yang luar biasa beratnya, dan memang benar demikian. Walaupun kami tahu bahwa esoknya kami harus bersiap untuk mempresentasikan hasil poster kami, tidak ada salahnya berbangga diri atas pencapaian ini bukan?

11 Juli, 2024: Achievement

Presentasi berjalan terbilang lancar, Bapak Yan sangat nyaman dalam penyampaian kritik dan sarannya, sebuah sifat yang sangat kami hargai dan sangat lekat di hati mahasiswi dan mahasiswa bimbingannya. Karena aku bangun cukup siang, aku tidak sempat mandi, sebuah kesalahan yang akan melekat dan berasosiasi denganku pada masa mendatang nanti. Tentunya ada saja revisi yang perlu dibuat, dalam konteks ini sayatan profil geologi yang merupakan sayatan 2 dimensi dari suatu bentang lahan dalam konteks penyusunan satuan batuannya dan arah kemiringan lapisan – lapisannya. Hari itu aku hanya beristirahat, suatu hal yang kurasa pantas kuberikan setelah selama itu di lapangan hingga sakit. Malam itu kami disuguhkan dengan sebuah review dan evaluasi menghibur dari para asisten dan dosen yang sebelum – sebelumnya terkesan galak atau menakutkan. Setelah kami semua terhibur dan puas, dilanjutkanlah tradisi lama pasca KLG, pembakaran poster. Sebuah kegiatan dimana poster yang kami susun dirobek dan dihancurkan oleh kami masing – masing para pembuat, hanya untuk dibakar kemudian sebuah simbolisasi bahwa semua yang kita buat bagaimanapun akan berlalu dan kembali menjadi abu pada akhirnya. Pada saat pembakaran, yang lain merasa senang, puas, dan lega; merobek dan memasukkannya ke tong membara di tengah – tengah lingkaran para mahasiswa. Tetapi yang kulihat di api hanyalah kegagalan, ketidakcukupan, kesalahan – kesalahan yang kubuat selama kegiatan di Bayat. Aku marah, tetapi kepada siapa? Aku merasa kurang, merasa tidak pantas berdiri bersama para kawan – kawanku di saat itu, namun apa boleh buat aku sudah di sini. Aku buang posterku sebagai bentuk penghapusan seluruh kegagalanku selama di sini dan lekas pergi, menghiraukan siapapun di sekitarku karena bagaimanapun itu aku tidak mengharapkan mereka paham.

14 Juli, 2024: Redemption

Mungkin tempatku menebus segala kekuranganku disini, di Zona Kendeng, tepatnya di Sragen, Jawa Tengah. Kali ini kami melakukan pemetaan geologi masing – masing secara mandiri di kavling berukuran 4 x 5 km yang sudah dibagikan sebelumnya. Beberapa dari kami beruntung mendapatkan porter, mahasiswa tingkat bawah kami yang bertugas untuk membantu transportasi dan juga sebagai teman bicara dan diskusi selama di lapangan. Aku tidak seberuntung yang lainnya di kelompokku, betul, aku harus menjalaninya dengan sendiri. Aku tahu hal ini akan menyulitkan, terlebih lagi daerahku berupa Desa Jenar dan sekitarnya memiliki jalanan yang cukup bergelombang dan dominan persawahan yang jauh dari peradaban. Tidak ada yang akan mendengarkan keluhanmu di lapangan, lakukan tugasmu barulah mengeluh. Itulah pedoman yang selalu kugunakan untuk terus berlanjut. Seberapa keras kau berteriak, seberapa derasnya aliran air matamu, selesaikan dan laksanakan tugasmu. Beberapa hari hingga minggu – minggu awalnya bisa dibilang sulit, tidak didukung dengan kecelakaan motor yang membuatku harus diam di pondokan kami selama sehari penuh, beserta motorku yang tidak terlalu mendukung. Berkali – kali kuingin kabur saja kembali ke Yogyakarta, bahkan ke rumahku yang jauh di Bogor. Tetapi selalu kuingat pedomanku, membuatku terus kembali secara sukarela dan sendiri. Lantas bagaimana aku bisa tidak ‘stres’ di lapangan sendiri? Jawabannya sebenarnya sudah stres, tetapi aku gunakan untuk menghibur diri dengan berbincang dengan pikiranku, walaupun terlihat cukup gila lama kelamaan. Mungkin juga membeli kebab di alun – alun yang cukup jauh dari pondokan juga membantu, walaupun sebenarnya aku sadar bahwa jangka panjangnya tidak mungkin sebaik itu, apapun kulakukan agar tetap waras menjalani kegiatan ini. Aku sadar aku bukan yang terbaik di kelompokku, aku memiliki progres yang paling lambat dan sedikit, dan mungkin paling tertinggal, tetapi atas dukungan beberapa dari kelompokku dan tekad sekeras granit, aku terus rela kembali ke lapangan dengan sepatu boots-ku yang lusuh dan berlumpur itu.

Sungai ku telusuri hingga berkilo – kilo jauhnya, semak belukar ku terobos dengan pisau lapangan terpercayaku, bukit – bukit persawahan kulalui dengan motor bekasku yang sudah sangat kotor itu. Namun, suatu saat terjadilah satu insiden yang sekiranya semua pernah alami ketika menyusuri daerah yang sulit dengan motor yang tidak memadai, betul sekali, motor tersangkut.

Kebetulan sekali itu merupakan minggu – minggu terakhir di lapangan, secara mental sudah muak, secara fisik sudah lelah. Aku tersangkut selama 1 jam di tempat yang sangat terpencil, dan jaringan yang cukup buruk, rasanya ingin sekali melempar helm sejauh mungkin dan berteriak sekeras – kerasnya. Untung saja teman kelompokku Pascalis Devin yang sudah selesai beserta porternya bisa dihubungi dan akhirnya membantuku selama pemetaan hingga akhir. Rasanya baik, memiliki seseorang ataupun dua yang bisa diajak berbicara, orang yang nyata yang bisa kutanyakan dan yang rela membantu dan memanduku.

3 Juli, 2024: End of a Journey, Start of a Path

The Last Sunset in Kendeng

Segala hal yang telah kulalui baik di Bayat maupun di Kendeng telah berakhir. Memang benar diriku banyak kekurangan, banyak kegagalan, namun itulah esensinya manusia, kegagalan yang mengawali keberhasilan. Itulah pesanku kepada kalian semua, inilah ceritaku kepada kalian semua.

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024