Dewasa ini, kebutuhan terhadap air baku terus mengalami peningkatan dengan semakin berkembangnya suatu wilayah. Akan tetapi, ketersediaan air permukaan justru cenderung mengalami penurunan dari segi kuantitas dan kualitas. Hal ini untuk mendorong peningkatan eksploitasi air tanah sebagai alternatif yang dapat diandalkan. Dalam kasus keberlanjutan air tanah di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang potensi imbuhan (recharge) dan kualitas air tanah di daerah tersebut.
SDG 6: Air Bersih dan Sanitasi Layak
Proyek food estate di Kabupaten Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) Indonesia dalam rangka peningkatan pasokan pangan nasional. Air tanah yang digunakan pada daerah ini digunakan penduduknya untuk keperluan domestik dan irigasi. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan air tanah untuk mendukung aktivitas food estate dapat menyebabkan penurunan muka air tanah hingga ancaman habisnya akuifer air tanah apabila eksploitasi air dilakukan secara tidak terkendali. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi kualitas air tanah untuk memastikan keberlanjutan ketersediaan air tanah di Sumba Tengah.
Pulau Pisang, sebuah pulau kecil dengan luas sekitar 1,5 km², terletak di Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung. Pulau ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia di bagian barat dan selatan serta Pulau Sumatera di bagian utara dan timur. Selain pulau ini juga menjadi tempat tinggal bagi 1626 penduduk, Pulau Pisang memiliki potensi yang besar sebagai destinasi wisata dengan keindahan pantai, kegiatan memancing, dan pesona alam lain. Akan tetapi, peningkatan jumlah penduduk sekitar 3% per tahun dan potensi pengembangan wisata menimbulkan peningkatan permintaan terhadap sumber daya air.
Batang Integrated Industrial Park (BIIP) yang berlokasi di Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, merupakan kawasan industri terpadu dengan luas ±4.300 hektare. Sebagai kawasan yang sedang mulai berkembang, kebutuhan air di kawasan ini menjadi prioritas utama. Diperkirakan kebutuhan air di kawasan industri ini mencapai 18–67 m³/ha/hari, sehingga menjadikan air tanah sebagai kebutuhan yang penting.
Dalam memanajemen eksploitasi air tanah dibutuhkan pemahaman terkait potensi dan kualitas air tanah dalam rangka memastikan potensi dan kualitas air tanah dalam keberlanjutan sumber daya ini. Hal ini yang menjadi alasan Widyatama dan Prof. Wahyu Wilopo untuk melakukan penelitian terkait identifikasi geologi bawah permukaan, sistem akuifer, dan sifat fisika dan kimia air tanah di BIIP dengan pemetaan permukaan dan survei geolistrik. Metode tersebut digunakan untuk identifikasi lapisan bawah tanah dengan mengukur resistivitas batuan yang menunjukkan potensi akuifer. Selain itu sifat fisika dan kimia yang diukur yaitu suhu, pH, total padatan terlarut (TDS), dan konduktivitas listrik.
Dumoga, salah satu wilayah di Provinsi Sulawesi Utara, telah ditetapkan sebagai kawasan pertanian pangan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Sulawesi Utara tahun 2014 hingga 2034. Dalam upaya pengembangan sektor pertanian tersebut, air tanah menjadi sumber utama dalam memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi. Namun, untuk memastikan keberlanjutan penggunaan air tersebut diperlukan kajian yang mendalam mengenai potensi dan kualitas air tanah di Dumoga.
Mahasiswa magister dan dosen Teknik Geologi UGM, Kalo dan Prof. Wahyu Wilopo, melakukan penelitian untuk mengetahui potensi dan kualitas air tanah di Dumoga ini. Penelitian tersebut dilakukan dengan melakukan observasi geologi, pemetaan mata air, survei geolistrik, dan pengukuran sifat fisik dan kimia air tanah. Parameter yang digunakan dalam pengukuran sifat fisik dan kimia yaitu suhu, pH, total padatan terlarut (TDS), dan konduktivitas (EC).
Air tanah menjadi sumber utama untuk irigasi di sektor pertanian. Salah satunya yaitu cekungan air tanah Ponorogo-Ngawi yang merupakan wilayah strategis yang memiliki potensi air tanah yang melimpah. Cekungan ini mencakup area seluas 3.902 km², meliputi tujuh kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, penggunaan air tanah yang tidak terkendali telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penurunan kualitas dan kuantitas air tanah. Pemanfaatan air tanah tanpa perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan yang memadai dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti penurunan muka air tanah, intrusi air laut, dan kerusakan ekosistem lokal. Oleh karena itu pentingnya memahami konsep kerentanan akuifer yang dapat memberikan pendekatan yang penting untuk memahami risiko terhadap kualitas dan kuantitas air tanah. Kerentanan ini mencakup kemampuan zona tidak jenuh untuk melindungi air tanah dari pencemaran. Dalam konteks ini, diperlukan analisis zonasi kerentanan air tanah yang memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian mengenai cekungan air tanah Ponorogo -Ngawi dilakukan oleh Septiani dkk. (2024) dengan tujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang zona kerentanan air tanah di wilayah penelitian, serta memberikan dasar bagi pengelolaan sumber daya air tanah yang berkelanjutan.
Sumber daya air merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berperan penting dalam menunjang kehidupan dan aktivitas sehari-hari, terutama untuk kebutuhan domestik, irigasi, dan industri. Ketersediaan air yang semakin terbatas akibat pertumbuhan populasi dan perubahan iklim memerlukan pengelolaan yang berkelanjutan, terutama di wilayah-wilayah dengan potensi kekeringan musiman seperti Pulau Lombok. Bendungan Pandanduri, yang terletak di Desa Suwangi, Kecamatan Sakra, Lombok Timur, merupakan infrastruktur penting untuk memenuhi kebutuhan irigasi di daerah tersebut. Selain sebagai sumber irigasi, wilayah ini juga merupakan bagian dari cekungan air tanah (CAT) Mataram–Selong, yang menjadi sumber air utama bagi masyarakat di sekitarnya. Sistem hidrogeologi di sekitar Bendungan Pandanduri sangat dipengaruhi oleh kondisi geologi dan geomorfologi wilayah tersebut. Kombinasi batuan vulkanik dan aluvial di kawasan ini memungkinkan pembentukan akuifer yang dapat menyimpan dan mendistribusikan air tanah. Namun, pemahaman mendalam mengenai pola aliran air tanah, kondisi akuifer, dan sifat geologi bawah permukaan di daerah ini masih terbatas. Oleh karena itu, Mararis dkk. (2024) melakukan penelitian yang bertujuan untuk memahami pola aliran air tanah dan distribusi akuifer di area tersebut.
Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang paling banyak digunakan karena kualitasnya yang relatif lebih baik dibandingkan sumber air permukaan. Proses infiltrasi dan perkolasi yang dilalui air tanah melalui zona tak jenuh ke zona jenuh memberikan karakteristik kimia yang berbeda pada air tanah. Penggunaan air tanah terus meningkat setiap tahun, baik untuk kebutuhan domestik, industri, maupun pertanian, termasuk di Indonesia. Sayangnya, peningkatan penggunaan air tanah seringkali diikuti oleh ancaman pencemaran. Pencemaran ini dapat berasal dari aktivitas manusia seperti limbah domestik, aktivitas pertanian, dan intrusi air laut di daerah pesisir.
Air tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk menunjang kebutuhan air bersih masyarakat. Di wilayah Kecamatan Limboto Barat dan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Indonesia, air tanah dangkal menjadi sumber utama untuk memenuhi kebutuhan domestik dan pertanian. Namun, aktivitas manusia seperti peningkatan penggunaan pupuk di sektor pertanian, pertumbuhan populasi, dan pengembangan wilayah pemukiman telah meningkatkan ancaman pencemaran air tanah. Dalam kondisi ini, pencemaran air tanah dapat terjadi akibat infiltrasi polutan seperti nitrat yang berasal dari limbah domestik dan penggunaan pupuk berlebihan. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi tingkat kerentanan air tanah terhadap pencemaran sebagai langkah awal dalam upaya mitigasi risiko dan perencanaan pengelolaan sumber daya air tanah. Konsep kerentanan air tanah menjelaskan sejauh mana kondisi bawah permukaan tanah mampu melindungi akuifer dari pencemaran. Identifikasi kerentanan air tanah juga memberikan informasi penting untuk penentuan lokasi pembangunan kawasan industri, tempat pembuangan akhir, serta sebagai dasar pemantauan kualitas air tanah.
Kebutuhan akan pengelolaan sumber daya air yang efisien semakin meningkat, terutama di wilayah yang memiliki potensi besar untuk pertanian seperti Nusa Tenggara Barat. Salah satu proyek strategis yang dirancang untuk mengatasi tantangan ini adalah pembangunan sistem irigasi Bintang Bano. Sistem ini bertujuan untuk mendistribusikan air dari Bendungan Bintang Bano ke sejumlah desa seperti Rempe, Seteluk, Seloto, dan Senayan. Sistem irigasi tidak akan terlepas dari terowongan, yang memiliki peran penting dalam memastikan distribusi air secara optimal ke area pertanian di sekitarnya. Untuk membangun terowongan perlu diperhatikan stabilitas terowongan untuk menghindari risiko terjadinya longsor akibat adanya perubahan tekanan dan masa batuan di sekitar terowongan. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan desain yang tepat untuk menentukan metode penggalian dan sistem penunjang yang sesuai.