NAPIS: Cerita Pemetaan Geologi yang Manis, tapi Bikin Nangis

Penulis: Dwi Sulistyo Nugroho

Tak terasa serangkaian kegiatan pemetaan geologi 2024 akan segera berakhir. Sebuah cerita panjang yang dilalui dengan penuh suka duka dan lika liku. Rangkaian kegiatan yang berlangsung hampir 1 tahun lamanya, dimulai dari pembelajaran di kelas hingga penyusunan laporan akhir menghiasi tahun ini bagi teman-teman Teknik Geologi angkatan 2022.

Kegiatan diawali dengan mata kuliah Metode Geologi Lapangan, dimana pada fase ini teman-teman Teknik Geologi angkatan 2022 bergelut dengan software ArcGIS untuk menyiapkan data-data sekunder yang diperlukan untuk kegiatan pemetaan geologi.

   Dokumentasi selama penugasan mata kuliah MGL

Dilanjutkan dengan kegiatan “Penjara Bayat”, yaitu serangkaian proses studi dan pemetaan geologi secara berkelompok yang dilaksanakan di Bayat, Kabupaten Klaten. Kegiatan ini berlangsung selama 10 hari, tetapi terkesan sangat lama karena kegiatan lapangan yang dilakukan setiap hari serta istirahat yang bisa dibilang sangat minim. Hari dimulai dengan bunyi sirine yang digunakan untuk membangunkan kami di pagi hari. Kegiatan lapangan berlangsung sangat panjang di lapangan. Setelah makan malam, kami harus mengerjakan ujian komprehensif dan kelas malam hingga pukul 23.00 WIB.

Kegiatan pemetaan geologi di Bayat

Hal yang paling menantang akhirnya terjadi, yaitu pemetaan geologi mandiri. Kelompok kami melakukan pemetaan di daerah Ngawi dan Bojonegoro, Jawa Timur. Di tahap ini, terukir sejumlah pengalaman yang menarik dan berkesan mulai dari keberangkatan hingga kepulangan ke tanah Jogja. Pemetaan dilakukan pada kavling seluas 20 km2. Kavling dari Dwi Sulistyo Nugroho bernomor 120 dan terletak di perbatasan antara Kabupaten Ngawi dan Bojonegoro. Terdapat pengalaman yang diluar ekspektasi karena warga yang dijumpai mengatakan “jalanan di Napis (tempat pemetaan) sudah bagus, Mas”. Namun, pada kenyataannya, medan yang harus ditempuh untuk sampai ke kavling pemetaan sangat berat, hingga sempat terjatuh beberapa kali. Kavling pemetaan didominasi oleh jalanan berbatu dan jalan setapak yang digunakan warga sekitar untuk menuju ke ladang.

Setiap hari, Dwi menyusuri kavling dan mengambil data lapangan seperti litologi, struktur, dan sampel batuan untuk analisis laboratorium. Pola penyaluran yang berkembang pada kavling yaitu subdendritik karena terkontrol oleh struktur dan resistensi batuan yang seragam. Geomorfologi daerah penelitian dapat dibagi menjadi 6 satuan geomorfologi yang didominasi oleh morfologi perbukitan struktural. Litologi yang dapat dijumpai yaitu batupasir karbonatan, batulanau karbonatan, dan batu gamping. Struktur yang diketahui hadir pada daerah penelitian yaitu sinklin, antiklin, dan sesar. Arah gaya utama yang bekerja pada daerah penelitian yaitu barat laut-tenggara.

Kavling pemetaan didominasi oleh ladang warga sekitar, sehingga terdapat kendala dalam pengambilan data lapangan seperti singkapan yang kurang proporsional, medan yang sulit, dan sebagainya. Selama pemetaan mandiri, beberapa pengalaman terjadi seperti crash, menabrak kambing, dan kejadian lain yang terus terjadi setelah salah satu rekan mengeksplorasi suatu tempat yang bernama Gunung Ngancik.

          Kondisi pada lokasi pemetaan

Pemetaan ini memberikan pengalaman yang berkesan bagi pesertanya, karena para peserta dapat berinteraksi dengan masyarakat, menikmati keindahan alam, dan mengenali berbagai budaya. Berat hati saat akan meninggalkan Napis, namun hidup harus tetap berjalan (seperti kata Bernadya). Dwi ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Besutan yang selalu bersama selama proses pemetaan geologi berlangsung, selalu solid pada kondisi apapun, dan selalu membantu Dwi selama ‘keriwehan’ pemetaan geologi yang telah dilakukan. Napis akan selalu menyimpan cerita yang berkesan bagi Dwi yang penuh lika-liku.

  Dokumentasi bersama Kawan Besutan

 

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024