Penulis: Taufiq Aryo Wibowo
Zona Fisiografi Kendeng bukanlah daerah yang asing bagi para ahli geologi, daerah ini merupakan zona fisiografi Pulau Jawa yang terbentang dari timur Semarang, Jawa Tengah hingga Sidoarjo, Jawa Timur. Pada bulan Juli hingga Agustus ini mahasiswa Teknik Geologi UGM mendapatkan tugas untuk melakukan pemetaan geologi di daerah Zona Kendeng.
Kegiatan pemetaan geologi ini dimulai dengan pemetaan geologi kelompok atau lebih tepatnya dilakukan penataran atau digembleng di Stasiun Lapangan Geologi Bayat. Setelah ditatar selama 10 hari di Bayat, Klaten, Jawa Tengah kemudian mahasiswa dilepas ke daerah pemetaan masing-masing di daerah Zona Kendeng. Mahasiswa berjumlah 136 dibagi menjadi beberapa kelompok dengan wilayah pemetaan seluas 4 x 5 Km. Kelompok “Kokop Letter L” (22) yang berlandaskan asas kekompakan dan kekeluargaan, sesuai dengan namanya yaitu “Kelompok Kompak dengan Kavling Berbentuk Letter L”, ini melakukan pemetaan di perbatasan antara Kabupaten Ngawi dan Bojonegoro, yang beranggotakan Taufiq Aryo Wibowo, Bima Henrisyah Putra, Galih Hanim Mu’arofah, dan Niluh Ayu kamila.
Perjalanan mengungkap potensi di daerah Zona Kendeng dimulai pada tanggal 15 Juli 2024, dimulai dengan bertamu atau di Jawa istilahnya uluk salam yaitu sowan ke rumah Pak Joko selaku sekretaris Desa Margomulyo. Setelah melakukan kunjungan tersebut, kelompok 22 mendapatkan pondokan sementara selama melakukan pemetaan geologi yaitu di perpustakaan desa. Pak Joko yang mewakili Bapak Kepala Desa Margomulyo menyambut dengan hangat “Monggo mas mbak niki seadanya naming niki sek saget kami berikan, nek wonten nopo-nopo kabari kulo mawon, monggo nek istirahat” tutur Pak Joko dalam Bahasa Jawa saat menyerahkan perpustakaan desa ke Taufiq selaku ketua kelompok 22. Malam hari di Perpustakaan Margomulyo selalu penuh dengan diskusi hangat. Tim pemetaan sering berkumpul di meja besar, memetakan hasil observasi mereka di peta geologi, sambil menyeruput kopi dan mendengarkan cerita-cerita dari warga setempat yang datang berkunjung.
Perjalanan kelompok ini tidak semudah yang dibayangkan. Dari pondokan yaitu di Desa Margomulyo hingga daerah pemetaan yaitu di Desa Kiyonten, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi dan sekitarnya ini memerlukan waktu sekitar 10 menit. Medan yang berbukit, dengan hutan lebat dan aliran sungai yang deras, membuat perjalanan menjadi lebih menantang. Setiap kali mereka menemukan singkapan batuan yang menjanjikan, mereka harus mendaki bukit dan melintasi lembah untuk memverifikasi lokasi. Namun, meski terik matahari menyengat dan tanah berbatu tajam, semangat mereka tidak pernah surut.
Di sepanjang perjalanan, mereka bertemu dengan beberapa warga desa yang juga penasaran dengan kegiatan mereka. Salah seorang warga yang sudah lama tinggal di Kiyonten, Pak Seno, menyapa tim dengan ramah. “ Saking pundi ajeng pados nopo mas?” tutur Pak Seno sambil tersenyum. “ Kulo mahasiswa saking UGM Yogyakarta pak, badhe pados selo damel tugas kuliah pemetaan geologi” jawab Taufiq saat berdiskusi dengan Pak Seno. Warga setempat menganggap batuan yang dicari tersebut bukan batu melainkan krapak, tetapi jika orang geologi menyebutnya dengan batu napal.
Setelah beberapa minggu melakukan pemetaan, Taufiq menemukan lapisan batugamping yang luas di daerah perbukitan Kiyonten. Batugamping yang ditemukan berada di lahan bekas pertambangan dan tambang tersebut sudah tidak aktif tetapi masih mempunyai potensi. Selain itu, Taufiq juga menemukan potensi galian C yang melimpah di sepanjang sungai, dengan pasir dan kerikil yang sangat baik untuk konstruksi. Namun, yang lebih menarik lagi adalah penemuan mereka mengenai keberadaan endapan batuan yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk proyek infrastruktur besar di kawasan tersebut. Galian C, yang terdiri dari pasir dan batu pecah, menjadi temuan yang tak kalah penting karena dapat digunakan dalam pembuatan jalan dan pembangunan gedung.
Pemetaan geologi yang dilakukan di Kiyonten bukan hanya sekadar pencarian batuan atau mineral. Ini adalah petualangan untuk mengungkap rahasia alam yang telah lama tersembunyi. Dengan hasil pemetaan ini berharap dapat memberikan kontribusi besar bagi perekonomian daerah, sekaligus mendorong pembangunan yang berkelanjutan.
Selama perjalanan yang penuh tantangan dan kejutan ini, tim pemetaan tidak hanya mendapatkan data geologi, tetapi juga menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat lokal yang ramah dan peduli terhadap lingkungan mereka. Di Perpustakaan Desa Margomulyo, mereka tidak hanya sebagai tempat istirahat, tetapi juga cerita-cerita yang menginspirasi tentang bagaimana manusia dapat hidup berdampingan dengan alam dan memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana.
Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024
Poin SDG: SDG 4, SDG 8, SDG 15