Menyingkap Jejak Bumi: Pemetaan Geologi di Desa Bobol dan Sekitarnya

Penulis: Zafira Rizq Maulana

Tahun 2024 menjadi momen yang sangat penting bagi kami, mahasiswa Teknik Geologi UGM angkatan 2022, karena pada tahun ini dilaksanakan kegiatan kuliah lapangan berupa pemetaan geologi mandiri. Dalam kegiatan ini, setiap mahasiswa bertanggung jawab untuk melakukan pemetaan di kavling masing-masing yang tersebar di sepanjang zona fisiografis Pegunungan Kendeng. Wilayah pemetaan meliputi berbagai lokasi strategis, mulai dari daerah Ungaran di Kabupaten Semarang hingga Kabupaten Nganjuk. Melalui pengalaman ini, kami tidak hanya belajar memahami kondisi geologi secara langsung, tetapi juga mengasah kemampuan teknis dan analisis lapangan untuk menjadi geologis yang kompeten di masa depan.

Kegiatan pemetaan ini dimulai dengan analisis penginderaan jauh menggunakan data DEMNAS dan peta geologi regional sebagai dasar perencanaan. Kegiatan dilanjutkan dengan kuliah lapangan di Kampus Bayat, yang menjadi pusat pelatihan intensif kami. Setiap hari dimulai dengan rutinitas yang melelahkan namun penuh semangat. Kami bangun pukul 5 subuh, bersiap-siap, lalu langsung menuju lapangan untuk memulai kegiatan. Sepanjang hari, kami belajar menganalisis geologi langsung di lapangan, mencatat setiap temuan, dan memecahkan masalah geologi yang kompleks. Malamnya, kegiatan berlanjut dengan kelas hingga larut malam, sering kali mencapai pukul 12. Rasa lelah tak terelakkan, tubuh terasa letih, namun itu semua terbayar dengan ilmu yang terus mengalir dan pengalaman yang tak ternilai. Hari demi hari berlalu dengan ritme yang sama hingga akhirnya kami kembali pulang, membawa semua pelajaran yang kami peroleh untuk mempersiapkan diri melakukan pemetaan geologi mandiri di kavling masing-masing. Rasanya seperti menantang batas kemampuan, tetapi juga mendekatkan kami pada cita-cita sebagai geologis sejati.

Gambar 1. Dokumentasi pribadi saat kegiatan pemetaan geologi di kampus Bayat

Tak lama berselang, akhirnya para peserta pun berangkat menuju kavling pemetaan masing-masing, dengan jadwal keberangkatan yang berbeda-beda. Untuk kelompok 23 sendiri perjalanan sejauh 200 km yang ditempuh dengan menggunakan mobil, membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan untuk menjalani pemetaan mandiri. Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil penuh dengan cerita dan emosi. Ada yang mengungkapkan rasa takut menghadapi tantangan pemetaan mandiri keesokan harinya, ada juga yang bercanda untuk mencairkan suasana. Tak jarang, ada juga yang membahas kilas balik pengalaman di Bayat untuk mengenang lelah, tawa, dan pelajaran yang begitu membekas. Perjalanan itu terasa seperti perpaduan antara kegelisahan dan semangat, persis seperti babak baru dalam sebuah petualangan yang penuh makna. Sesampainya di pondokan atau tempat tinggal selama kegiatan pemetaan berlangsung para peserta harus segera membersihkan dan merapikan tempat tersebut.

Dua hari berselang, setelah izin dari pemerintah setempat akhirnya dapatkan, mulailah kegiatan inti yang telah lama dipersiapkan yaitu, pemetaan geologi mandiri. Dengan berbekal peta, palu dan kompas kami melangkah penuh semangat ke lapangan, meskipun rasa gugup tak sepenuhnya hilang. Selama berkegiatan di lapangan banyak kejadian yang hingga kini terasa begitu berkesan jika diingat kembali. Salah satunya adalah momen ketika mereka menemukan struktur perlapisan yang begitu rumit hingga membuat kepala dipenuhi tanda tanya, saling berdiskusi mencari jawaban yang sering kali berakhir dengan kebingungan baru. Keberagaman litologi di lokasi kami juga menjadi tantangan besar untuk menginterpretasikan daerah pemetaan. Tak hanya itu, bahkan ada yang sempat dicegat oleh polisi hutan karena ada dokumen administrasi yang terlewat disampaikan. Semua pengalaman ini, meski melelahkan dan kadang membuat para peserta kewalahan, tentu akan menjadi bagian dari cerita tak terlupakan dalam perjalanan hidup peserta pemetaan geologi.

Gambar 2. Dokumentasi pribadi kenampakan singkapan saat pemetaan geologi mandiri

Daerah pemetaan terdiri atas satuan litologi yaitu batupasir tufan sisipan serpih, perulangan batupasir tufan dengan batulanau, batulanau tufan karbonatan, packstone, coralline framestone, breksi andesit, dan batupasir tufan. Satuan litologi tersebut termasuk ke dalam Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, Formasi Klitih, dan Formasi Pucangan.

Selama kurang lebih sebulan kegiatan pemetaan ini berlangsung mulai dari pemetaan di kampus Bayat hingga pemetaan mandiri yang selanjutnya menjadi pengalaman yang sangat berkesan bagi para peserta kuliah lapangan. Yang setiap harinya dihadapkan pada tantangan baru, baik secara teknis maupun non-teknis. Banyak hal yang bisa dipelajari tidak hanya berguna dalam bidang akademik, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dari memahami langkah-langkah yang tepat dalam melakukan pemetaan geologi, membaca perlapisan batuan, hingga menginterpretasi struktur geologi yang kompleks. Di luar itu, membangun komunikasi yang baik dengan warga sekitar, belajar mendengarkan, memahami, dan menjalin hubungan yang harmonis di tengah lingkungan baru menjadi momen penting yang harus dilakukan para peserta. Banyak momen yang terekam dalam ingatan, mulai dari lelah yang berubah menjadi kepuasan, tawa yang pecah di tengah kesulitan, hingga cerita-cerita unik yang hanya bisa dialami di lapangan. Pengalaman ini bukan sekadar rutinitas akademik, melainkan cerita yang bisa dikenang dan bagikan di masa yang akan datang, sebagai bukti perjalanan yang menempa para peserta menjadi lebih tangguh, lebih bijak, dan lebih siap menghadapi tantangan sebagai seorang geologist.

Gambar 3. Dokumentasi bersama Bapak Rahmadi Hidayat, S.T., M.Eng., Ph.D. selaku dosen pembimbing kelompok 23

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024