Merangkai Kisah Gogodalem : Pemetaan Geologi di Hamparan Napal

Penulis: Dyah Ayu Kusuma Wardani

Pemetaan geologi, merupakan kegiatan wajib yang kerap dianggap sebagai “momok” oleh mahasiswa geologi. Kegiatan ini merupakan bentuk aplikasi dari teori-teori yang telah dipelajari di bangku kuliah dengan realita lapangan. Pemetaan Geologi tahun ini dilaksanakan oleh mahasiswa Teknik geologi Angkatan 2022 di Zona Fisiografi Kendeng. Zona Kendeng terkenal akan strukturnya yang kompleks membuat zona ini menarik untuk dipelajari. Zona Kendeng membentang dari Semarang hingga Lamongan. Saya bersama teman-teman kelompok saya (Kelompok Saloka) mendapatkan kavling yang berlokasi di Kabupaten Semarang dan sebagian kecil Kabupaten Grobogan.

Dalam melakukan pemetaan kami menginap di salah satu rumah warga yaitu rumah Mbak Siska selama ±15 hari. Lokasi dari pondokan ini berada cukup strategis dari kavling saya dan teman-teman Saloka. Sebelum melakukan pemetaan, kami harus memasukkan surat izin untuk pemetaan kepada Kepala Kecamatan dan Kepala Desa yang bersangkutan. Setelah surat izin telah disetujui, kemudian barulah saya melakukan pemetaan mandiri. Pemetaan dilakukan dengan menyusuri jalan-jalan kecil, sungai, dan hutan guna mencari singkapan yang dapat dijadikan stopsite.

Akses yang dilalui dalam mencari singkapan cukup sulit. Jalan-jalan di area pemetaan masih belum memadai, untuk sampai dari kavling ujung selatan hingga ujung utara juga harus memutar menempuh jarak yang jauh. Daerah pemetaan kebanyakan digunakan untuk pemukiman dan perkebunan warga, sebagian lagi merupakan lahan milik Perhutani. Seringkali warga mengira saya sebagai petugas Perhutani maupun sebagai mahasiswa kehutanan yang sedang melakukan penelitian.

Meskipun fokus utama pemetaan geologi adalah pada pengamatan singkapan batuan, interaksi dengan masyarakat sekitar merupakan hal yang tak terhindarkan. Sebagai pendatang, apalagi sedang melakukan pemetaan geologi dengan membawa peralatan seperti tongkat Jacob dan palu geologi yang tidak umum, pastinya warga akan menanyakan asal dan juga tujuan saya. Hal tersebut terjadi setiap hari, bahkan beberapa kali dalam sehari pasti mengulangi penjelasan yang sama terkait tujuan saya berada di lokasi tersebut. Namun warga-warga di daerah tersebut sangat baik dan ramah. Mereka sering menawarkan untuk mampir ke rumahnya, menawarkan makan dan minum saat berada di “cakruk”, dan membantu menunjukkan jalan hingga mengantarkan saya karena tersesat tidak menemukan jalan untuk keluar dari area perhutani.

Setelah melakukan pemetaan selama beberapa hari, terdapat suatu masalah yang sangat terlihat di daerah pemetaan yaitu akses jalan yang buruk. Jalan yang kecil dan rusak, jembatan gantung kayu yang juga sudah rusak ternyata merupakan akses utama bagi warga sekitar dalam beraktivitas sehari-hari. Bahkan terdapat jalan yang masih terlihat baru,tetapi sudah mengalami keretakan dan longsor.

Foto kerusakan jalan daerah pemetaan (dokumentasi pribadi)

Kemungkinan penyebab mudah rusaknya jalan yang dibangun pada daerah pemetaan adalah karena batuan penyusunnya yang didominasi oleh batupasir karbonatan dan juga napal yang telah mengalami pelapukan. Didukung juga dengan struktur geologi dan kemiringan lereng yang dapat memperburuk keadaan. Sehingga perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut agar masalah ini dapat ditanggulangi.

Meskipun kegiatan pemetaan ini cukup sulit, tetapi dengan adanya teman-teman kelompok Saloka, bapak dan ibu pondokan, serta warga sekitar yang saling membantu menjadikan pemetaan ini lebih mudah.

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024