Rahasia Magmatik yang Tersembunyi di Balik Letusan Kaldera Maninjau 52 Ribu Tahun Lalu

Kaldera Maninjau, terletak di Provinsi Sumatera Barat, menjadi saksi letusan paling dahsyat dalam sejarah Indonesia. Sekitar 52 ribu tahun yang lalu, letusan ini berhasil menciptakan sebuah kaldera besar dengan volume material yang terlontar mencapai 220–250 km³, sehingga menjadikannya salah satu dari tiga letusan kaldera terbesar di Indonesia. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa letusan ini dipicu oleh adanya interaksi yang kompleks antara beberapa kantong magma yang berbeda. Hal ini tentunya akan menambah pemahaman tentang sistem magmatik yang memicu letusan-letusan besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Indranova Suhendro bersama dengan beberapa dosen Teknik Geologi UGM, Prof. Agung Harijoko dan Haryo Edi Wibowo, dilakukan untuk mengidentifikasi endapan ignimbrit Maninjau. Terdapat 3 variasi abu vulkanik berdasarkan warna yaitu abu gelap (DGM), abu-abu pucat (PGM), dan abu-abu terang (LGM). Variasi ini menunjukkan karakteristik kimia dan tekstur mineral yang berbeda, mengindikasikan asal dari kantong magma yang berbeda.

Abu gelap (DGM) kaya akan mineral plagioklas, piroksen, amfibol, biotit,  oksida, dan apatit serta memiliki kandungan magnesium (MgO) tertinggi di antara ketiganya. Abu-abu pucat (PGM) memiliki kandungan mineral yang mirip dengan DGM, tetapi kandungan MgO lebih rendah. Abu-abu terang (LGM) memiliki kandungan fenokris paling tinggi dan menampilkan tekstur unik seperti plagioklas dengan oscillatory zoned textures. Berdasarkan analisis termobarometri diketahui bahwa abu gelap (DGM) berasal dari kantong magma dengan suhu yang lebih tinggi daripada yang lainnya.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa letusan yang terjadi 52 ribu tahun yang lalu dipicu oleh adanya tekanan berlebih pada kantong magma utama yang menghasilkan white pumice. Adanya dekompresi mendadak pada kantong magma tersebut menyebabkan terjadinya ketidakstabilan kantong magma kecil yang kemudian ikut terangkat dan meletus sebagai abu-abu dan abu berlapis (banded pumice). Adanya keberadaan beberapa kantong magma yang berbeda ini memberikan bukti kuat tentang sistem magmatik multikantong dibalik letusan besar. Fenomena ini juga dapat dijumpai pada beberapa kaldera besar lainnya seperti Toba dan Tambora yang menunjukkan bahwa sistem ini mungkin merupakan sebuah pola umum sebelum letusan besar terjadi.

Penelitian terhadap kaldera Maninjau ini mempertegas pentingnya memahami sistem magmatik multikantong dalam letusan besar. Selain itu, penelitian ini tidak hanya memperkaya pemahaman tentang dinamika letusan vulkanik, tetapai juga memberikan pijakan ilmiah untuk mitigasi bencana vulkanik di masa depan.

Artikel lengkap dapat diakses melalui https://www.scopus.com/record/display.url?eid=2-s2.0-85204349270&origin=resultslist

 

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024