Antara Tawa dan Tantangan: Kenangan Kuliah Lapangan Teknik Geologi 2024 yang Membekas

Penulis: Rafael Sadanioga Niswara Surbakti

Pernahkah kalian mendengar tentang Kuliah Lapangan (KL) yang menghantui mahasiswa Teknik Geologi UGM? Bagi yang belum pernah, KL terdengar seperti momok menakutkan. Namun, bagi kami yang sudah melewatinya, itu adalah kenangan manis yang tak ingin kami ulangi. KL ini terbagi menjadi dua tahap: kelompok dan mandiri. KL kelompok berlangsung selama 10 hari di Kampus Lapangan Geologi UGM, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Sedangkan, KL mandiri berlangsung selama kurang lebih 3 minggu di zona Kendeng, yang membentang dari Semarang hingga Lamongan.

Selama 11 hari, para mahasiswa geologi menjalani pelatihan di Kampus Lapangan Geologi Mandiri. Bangun jam 5 pagi dan tidur jam 12 malam menjadi rutinitas sehari-hari kami di Kampus Bayat. Kedengarannya gila memang, tapi percayalah, semua itu tidak terasa karena banyaknya dan padatnya kegiatan pelatihan yang diberikan. KL kelompok ini sendiri berisikan berbagai macam pelatihan yang mencakup berbagai aspek, mulai dari cara menganalisis struktur di lapangan, menganalisis kenampakan morfologi, litologi, hingga ke teknis pengambilan sampel dan pembuatan peta.

Kegiatan Kuliah Lapangan Kelompok (dokumentasi pribadi)

Kegiatan yang sangat padat selama kuliah lapangan ini menjadi sebuah cerita horor yang terus diwariskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya. Cerita-cerita itu pun sangat beragam, mulai dari tips dan trik mengerjakan tugas dengan cepat, hingga cerita lucu mengenai kengerian dosen yang melakukan checking saat kami melaksanakan pemetaan dan bagaimana cara kabur serta bersembunyi saat dosen melakukan pengecekan. Agak nyeleneh memang, tetapi begitulah kenyataannya, bahkan ada saran dari kakak tingkat untuk pura-pura kesurupan saja saat tertangkap di lapangan.

Setelah 10 hari lamanya, kegiatan kuliah lapangan kelompok diakhiri dengan kegiatan membakar poster buatan kami di lapangan. Rasanya sedih melihat hasil kerja keras kami harus dibakar, namun di sisi lain, kegiatan ini berhasil meluapkan seluruh emosi kami selama berlangsungnya pelatihan. Apabila kalian pikir kegiatan kami selesai sampai di sini, tentu saja tidak. Setelah kembali ke Jogja, kami harus segera mempersiapkan diri untuk melaksanakan pemetaan mandiri di kavling yang telah ditentukan sejak awal semester 4.

Kegiatan Pembakaran Poster (dokumentasi pribadi)

Dua hari beristirahat jujur terasa sangat kurang, tetapi kami harus melaksanakan penugasan kami ini dan segera menuju daerah kavling pemetaan kami untuk melaksanakan kegiatan pemetaan mandiri selama kurang lebih 3 minggu. Kecamatan Kemusu merupakan daerah pemetaan saya dan sebagian besar kelompok saya. Kami tinggal pada rumah sederhana yang belum selesai dibangun oleh warga sekitar 200 meter di utara Pasar Guwo. Ditempat inilah kenangan indah tak tergantikan kami dimulai.

Pondokan Tempat Kelompok Kami Tinggal (dokumentasi pribadi)

Selama pemetaan mandiri banyak hal unik yang jujur baru saya rasakan dan saya ketahui, mulai dari perilaku anggota kelompok yang terkadang di luar nalar hingga kejadian-kejadian unik yang terjadi di lapangan. Sebagai contoh saya baru tahu bahwa ada teman saya yang sampai sekarang merasa salah jurusan dan sebenarnya ingin jadi perawat, lalu ada teman saya yang terlihat kuat dan tegas karena asli dari Sumatera, tetapi ternyata menyukai girlband JKT 48. Di lapangan pun saya cukup terkejut dengan banyaknya warga yang masih menggunakan sungai sebagai tempat untuk melaksanakan aktivitas MCK (Mandi, Cuci, Kakus) yang saya pikir saat ini sudah tidak ada orang yang melakukannya. Melihat kejadian ini tentu mengubah pandangan saya tentang persepsi kita tentang seseorang belum tentu benar jika kita belum berusaha mengenal orang tersebut dengan lebih dekat dan ternyata sungai yang jernih belum berarti menyegarkan, tetapi bisa jadi ada bahaya dan “ranjau” yang siap mengintai bagi siapapun yang kurang beruntung menemuinya.

Keseharian kelompok saya di Kecamatan Kemusu, Kab. Boyolali (dokumentasi pribadi)

Tak hanya itu, pemetaan kelompok ini juga memberikan pandangan baru bagi kami mengenai dosen pembimbing kami, Pak Akmaluddin. Sosok yang tinggi, gagah dan tegas ini ternyata sangat menyukai berkendara motor pada jalur yang ekstrim. Berulang kali kami menawarkan untuk memberikan tumpangan, tetapi Beliau dengan sigap menolak dan ingin berkendara sendiri dengan meminjam motor kami, bahkan ada satu kejadian lucu dimana kami kesulitan menanjak saat sedang pengecekan progres pemetaan, tetapi Beliau lah satu-satunya orang yang berhasil sampai ke puncak tanpa perlu menurunkan kaki untuk sekedar menyeimbangkan motor. Sungguh menakjubkan jika diingat kembali, haha.

          Kelompok saya dan Dosen Pembimbing Bapak Akmaluddin (dokumentasi pribadi)

Dari kegiatan pemetaan ini, kami belajar bahwa Indonesia masih memerlukan banyak ahli geologi untuk mensejahterakan masyarakat. Selama pemetaan, saya sering mendengar keluhan warga Kecamatan Kemusu tentang kesulitan mengatasi kekeringan dan kegagalan mereka dalam membuat sumur air tanah untuk irigasi dan perkebunan. Banyak juga dari mereka yang rumahnya berulang kali terkena longsor, dan beberapa masih tinggal di daerah rawan longsor karena ketidaktahuan mereka.

Dari pengalaman ini, saya sadar bahwa ilmu geologi bukan hanya tentang pertambangan atau rekayasa teknik, tetapi juga tentang bagaimana menerapkan ilmu dan pemahaman kita untuk membantu kesejahteraan orang-orang di sekitar kita yang kurang beruntung dan masih tidak memahami pentingnya geologi, terutama terkait bencana.

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024