Identifikasi Zona Kerentanan Air Tanah Menggunakan Metode Aplis dan Foster

Air tanah menjadi sumber utama untuk irigasi di sektor pertanian. Salah satunya yaitu cekungan air tanah Ponorogo-Ngawi yang merupakan wilayah strategis yang memiliki potensi air tanah yang melimpah. Cekungan ini mencakup area seluas 3.902 km², meliputi tujuh kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, penggunaan air tanah yang tidak terkendali telah menimbulkan kekhawatiran tentang potensi penurunan kualitas dan kuantitas air tanah. Pemanfaatan air tanah tanpa perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan yang memadai dapat menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti penurunan muka air tanah, intrusi air laut, dan kerusakan ekosistem lokal. Oleh karena itu pentingnya memahami konsep kerentanan akuifer yang dapat memberikan pendekatan yang penting untuk memahami risiko terhadap kualitas dan kuantitas air tanah. Kerentanan ini mencakup kemampuan zona tidak jenuh untuk melindungi air tanah dari pencemaran. Dalam konteks ini, diperlukan analisis zonasi kerentanan air tanah yang memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG). Penelitian mengenai cekungan air tanah Ponorogo -Ngawi dilakukan oleh Septiani dkk. (2024) dengan tujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang zona kerentanan air tanah di wilayah penelitian, serta memberikan dasar bagi pengelolaan sumber daya air tanah yang berkelanjutan.

Metode Aplis dan Foster

Penelitian Septiani dkk. (2024) menggunakan metode Aplis dan Foster yang kemudian dilakukan pengolahan data GIS yang akan menghasilkan zona kerentanan air tanah. Metode Aplis menggunakan lima parameter utama yang nantinya akan dievaluasi yaitu ketinggian (A), kemiringan (P), litologi (L), infiltrasi (I), dan jenis tanah (S). Setiap parameter diberi bobot antara 1-10, dengan bobot yang lebih tinggi menunjukkan pengaruh yang lebih besar terhadap kerentanan air tanah. Sedangkan metode Foster parameter yang dianalisis yaitu respons akuifer, penyimpanan akuifer, ketebalan akuifer, dan kedalaman air tanah. Bobot parameter diklasifikasikan berdasarkan sensitivitas terhadap penurunan muka air tanah, intrusi air asin, dan subsidensi.

Hasil dai metode Aplis didapatan bahwa Zona dengan kerentanan sangat tinggi teridentifikasi di wilayah timur cekungan, terutama di area dengan formasi batuan aluvium, batupasir, dan breksi vulkanik. Wilayah ini memiliki karakteristik infiltrasi tinggi dan jenis tanah yang cenderung mendukung aliran air yang cepat ke akuifer. Faktor utama yang memengaruhi kerentanan adalah ketinggian yang rendah dan jenis tanah seperti regosol yang memiliki porositas tinggi. Sedangkan untuk metode Foster didapatkan hasil bahwa wilayah dengan kerentanan sedang mendominasi area penelitian, terutama di daerah dengan ketebalan akuifer antara 20-50 meter dan kedalaman air tanah antara 1-10 meter. Analisis menunjukkan bahwa karakteristik penyimpanan akuifer memiliki peran signifikan dalam menentukan tingkat kerentanan, di mana wilayah dengan kapasitas penyimpanan lebih rendah cenderung memiliki kerentanan lebih tinggi.

Zona kerentanan air tanah terhadap SDG

Zona kerentanan air tanah di Cekungan Air Tanah Ponorogo-Ngawi bervariasi dari rendah hingga sangat tinggi. Wilayah dengan kerentanan tinggi hingga sangat tinggi membutuhkan perhatian khusus melalui perlindungan daerah resapan dan pengawasan ketat terhadap penggunaan air tanah. Penerapan kebijakan pengelolaan, seperti pengendalian izin pengambilan air tanah dan pembangunan sumur pantau, direkomendasikan untuk mendukung keberlanjutan sumber daya air tanah di wilayah ini. Sesuai dengan tujuan dari SDG nomor 6 air bersih dan sanitasi layak. Hasil penelitian Septiani dkk. (2024) diharapkan dapat menjadi referensi penting bagi pengambil kebijakan dalam melindungi sumber daya air tanah di wilayah tersebut.

 

Daftar Pustaka

Septiani, R., Hendrayana, H., & Mulyaningsih, N. (2024). Groundwater vulnerability zonation using Aplis and Foster method in the Ponorogo-Ngawi groundwater basin. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1311(1).

 

Artikel selengkapnya dapat diakses di https://doi.org/10.1088/1755-1315/1311/1/012025

 

Anggita Yashahila Rahimah | Desember 2024