Penulis: Rafina Briliany
Kegiatan pemetaan geologi mandiri merupakan pengalaman yang tak terlupakan bagi mahasiswa Teknik Geologi di Universitas Gadjah Mada. Aktivitas ini bukan hanya sekadar tugas akademik, tetapi juga menjadi momen berharga yang menyatukan pengetahuan teori dengan praktik lapangan. Pemetaan geologi mandiri dilakukan untuk memahami kondisi geologi suatu daerah, termasuk pola penyaluran, geomorfologi, satuan batuan, dan struktur geologi. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi potensi sumber daya geologi serta memahami risiko bencana geologi yang mungkin terjadi. Kegiatan ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah dipelajari di kelas ke dalam situasi nyata di lapangan.
Foto Bersama Angkatan 2022 di Bayat (dokumentasi pribadi)
Setelah melakukan kegiatan Kuliah Lapangan kelompok yang dilaksanakan di Bayat, Klaten selama 11 hari, mahasiswa Teknik Geologi Angkatan 2022 harus kembali lagi ke lapangan, karena Kuliah Lapangan Mandiri sudah menunggu di depan mata. Kali ini lokasinya tidak lagi di Bayat, namun di Zona Kendeng, dengan masing-masing peserta memiliki kavling yang berukuran 4×5 km. Salah satu kelompok, yaitu kelompok Cekut Abedi mendapat kavling di Kabupaten Grobogan. Terdiri dari 4 orang yang melakukan pemetaan dan 2 orang sebagai porter menemani mappernya, pada tanggal 15 Juli memulai cerita tak terlupakan mereka di Kabupaten Grobogan, tepatnya di Kecamatan Kedungjati, dimana mereka nantinya akan tinggal sementara selama dua minggu. Perjalanan menuju rumah singgah ini ditempuh selama 3 jam, melewati Kabupaten Klaten dan Kota Semarang. Saat hampir sampai, pemandangan yang dapat dilihat di sisi jalan hanya ladang jagung dan hutan jati. Pak Agus, Kepala Desa Kedungjati, menyambut ramah kedatangan kami di rumah orang tua beliau. Disinilah cerita tentang Kedungjati yang tidak terlupakan dimulai.
Foto Kelompok Cekut Abedi dan Porter, dari kanan ke kiri, Anindya, Fira, Rafina, Darren, Yusra dan Farel (dokumentasi pribadi)
Pemetaan dimulai keesokan harinya, peserta KL yang mendapat kavling 61, Rafina Briliany, ditemani porternya, Anindya, mulai menyisir setiap sudut kavling yang berada diantara kavling lain milik kelompok Cekut Abedi. Daerah pertama yang didatangi adalah sungai yang sudah sangat kering, karena saat pemetaan berlangsung musim kemarau panjang sedang terjadi. Kemudian, kedua mahasiswa ini terus berjalan meyusuri sawah serta ladang jagung dengan litologi berupa batupasir karbonatan. Di bawah teriknya matahari Kedungjati, semangat tidak padam agar semua bagian kavling selesai terpetakan. Saat datang ke salah satu STA, yaitu di Desa Padas, Rafina dan Anindya menemukan sebuah tempat yang dulunya merupakan suatu objek wisata, namun saat ini sudah terbengkalai. Papan nama wisata ini masih berdiri kokoh di depan pintu masuk, bertuliskan The Youth Park Pungkruk. Disana, mereka bertemu dengan warga yang sedang mencari rumput. Seorang Bapak yang tidak menyebutkan namanya, banyak bercerita kepada Rafina dan Anindya tentang masa lalu dari kehidupan di tempat wisata dan sekitarnya. Bapak tersebut yang ternyata merupakan veteran dari PT KAI menceritakan dulunya tempat ini sangat ramai, banyak remaja berkemah disini. Setiap malam mereka menyalakan api unggun, bercengkrama dan bermain musik. Beliau juga menceritakan beberapa kejadian yang menyedihkan yang terjadi di Sungai Tuntang, yang berada di sebelah barat tempat wisata ini. “Kalau orang luar daerah sini nggak boleh turun ke Sungai, pamali, dulu pernah ada yang hanyut, padahal kalau dilihat air sungainya tenang.” ucapnya. Rafina dan Anindya mendengarkan cerita tersebut dengan seksama sambil melihat sungai dari atas, karena lokasi wisata ini tepat berada di atas sungai tersebut. Beliau kemudian juga menceritakan, sempat akan ada penggusuran oleh pemerintah, karena daerah desa Padas yang dekat dengan Sungai Tuntang, tadinya akan dibangun bendungan yang besar, tetapi ternyata hanya wacana saja dan sampai sekarang tidak terlaksana. Setelah cukup lama bertukar cerita, akhirnya Rafina dan Anindya pamit untuk melanjutkan melakukan pemetaan. Kemudian di tempat lain yang masih berada di dekat sungai, mereka bertemu dengan seorang nenek yang bercerita, apabila sudah mulai musim penghujan, sungai itu akan meluap dan banjir, hal ini dapat terlihat di mana dinding sungai sudah bukan lagi merupakan batuan, tetapi tergantikan oleh tanah bekas erosi dari air sungai yang meluap. Selain menemukan litologi batupasir karbonatan dan endapan yang berada di dinding sungai, ditemukan juga litologi lain seperti batupasir tufan yang membentuk bukit memanjang di sebelah timur kavling, dan juga bukit-bukit karst dengan litologi batugamping di bagian selatan kavling.
Lokasi The Youth Park Pungkruk (kiri), Sungai dengan daerah banjir di sisinya (kanan) (dokumentasi pribadi)
Perjalanan Rafina dan Anindya terus berlanjut selama dua minggu lamanya. Berinteraksi dengan warga yang sangat ramah, melintasi sawah dan hutan jati, dan menikmati keindahan alam yang belum pernah dilihat sebelumnya tidak hanya memperkaya pengetahuan tentang lingkungan sekitar tetapi juga memperkuat ikatan sosial. Setiap langkah dalam perjalanan ini adalah pelajaran berharga tentang kehidupan, keberagaman budaya, dan keindahan alam yang ada di Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Pada akhirnya, melalui pemetaan geologi, masyarakat setempat akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geologi di sekitar mereka. Informasi tentang struktur tanah, jenis batuan, dan potensi sumber daya alam dapat membantu warga dalam mengelola lahan dan sumber daya secara lebih efektif. Pengetahuan ini juga penting untuk mengantisipasi dan mengurangi risiko bencana geologi seperti longsor atau banjir.
Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024