Mengeksplorasi Geologi Tritik, Sambongrejo, dan Sekitarnya

Penulis: Muhammad Nur Aldi

Pemetaan geologi adalah salah satu elemen penting dalam memahami sejarah, potensi, dan struktur wilayah. Seperti kali ini, pemetaan yang dilakukan di Desa Sambongrejo, Kabupaten Bojonegoro, hingga Desa Tritik, Kabupaten Nganjuk, memberikan wawasan yang kaya tentang fenomena geologi setempat sekaligus membawa manfaat langsung bagi masyarakat.

Pemetaan ini bertujuan untuk menganalisis aspek-aspek seperti geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan potensi sumber daya geologi di area seluas 20 km². Mahasiswa dilibatkan untuk mempraktikkan ilmu yang mereka pelajari, sekaligus menyumbang pemahaman terhadap fenomena geologi lokal.

Kegiatan sehari-hari pada masa-masa pemetaan mandiri ini dimulai dengan bangun pagi pada jam yang tidak menentu dan langsung dilanjutkan dengan sarapan yang sudah disiapkan. Hawa dingin di pagi hari membuat air seakan menjadi musuh sehingga mandi pun selalu dilewatkan dan langsung bersiap menuju ke lapangan. Saat di lapangan, bukan hanya singkapan dengan segala litologi dan strukturnya yang menjadi tantangan, tetapi halang rintang lain seperti medan yang sulit dilalui oleh motor membuat mau tidak mau harus melangkahkan kaki hingga bahkan beberapa kilometer untuk mencari singkapan. Ditambah lagi ketika siang menjelang, panas di daerah pemetaan tersebut bagai seolah-olah sedang berada di padang pasir. Air yang di pagi hari menjadi musuh, justru malah menjadi suatu hal yang paling dibutuhkan pada saat itu. Ditambah lagi tidak adanya kehidupan di daerah-daerah yang susah diakses tersebut. Air minum yang habis seringkali membuat pemetaan pada hari itu harus diselesaikan, apalagi sore hari telah menjelang dan saatnya untuk pulang. Setiap pulang, membeli jajan adalah suatu hal yang wajib dilakukan sebelum sampai di pondokan. Setelah sampai di pondokan, kamar mandi seakan menjadi primadona untuk membersihkan badan yang telah terpanggang berjam-jam di lapangan. Setelah bersih-bersih, hal yang tidak lain tidak bukan untuk dilakukan tentu saja beristirahat sembari bermain ponsel hingga makan malam tiba. Nasi goreng biasanya menjadi menu favorit makan malam. Selain harganya yang murah, jaraknya pun tidak terlalu jauh untuk dijangkau dari pondokan. Setelah kenyang menikmati makan malam, rasa kantuk sudah pasti menyerang dan mengantarkan ke dalam mimpi yang sudah menunggu untuk disapa di malam hari.

Daerah pemetaan memiliki karakter geomorfologi yang menarik, terbagi menjadi empat satuan utama:

  • Perbukitan Intrusi Andesit: Relief curam dengan elevasi hingga 500 mdpl.
  • Perbukitan Breksi Vulkanik: Mencakup 58% area dengan morfologi hasil vulkanisme.
  • Perbukitan Batugamping dan Batupasir Gondang: Dipengaruhi oleh litologi karbonat dan sedimentasi.
  • Dataran Batulanau Karbonatan Tersesarkan: Relatif datar dan rentan terhadap pengendapan serta tektonik.

(Geomorfologi Daerah Pemetaan)

Perbukitan-perbukitan tersebut bisa menjadi destinasi wisata untuk melihat pemandangan dari ketinggian terutama di sore hari pada saat mata hari terbenam. Terlebih lagi di Gunung Pandan yang berada di daerah pemetaan dapat didaki dan bisa dijadikan tujuan pendakian. Terdapat sebuah intrusi yang dinamakan Watugandul di sekitar Desa Jari. Dinamakan Watugandul karena merupakan batu besar intrusi yang memiliki rekahan besar di tengahnya dan terdapat batuan yang menggantung di tengah rekahan tersebut.

(Watugandul)

Daerah ini memiliki sebuah sungai yang memiliki endapan-endapan berwarna kuning sehingga dinamakan Banyu Kuning. Endapan-endapan tersebut kemungkinan hasil alterasi yang muncul di wilayah Gunung Pandan. Pada sungai tersebut juga muncul gelembung-gelembung pada sekitar air sungai Banyu Kuning. Hal tersebut mengindikasikan adanya manifestasi sumber panas bumi di daerah tersebut. Banyu Kuning tersebut telah dijadikan tempat geowisata bahkan Geopark Nasional sebelumnya, namun kini lokasi tersebut sangat sepi pengunjung bahkan bisa dibilang terbengkalai. Padahal lokasi tersebut bisa dijadikan prospek panas bumi untuk dikembangkan lebih lanjut untuk warga sekitar.

Banyu Kuning

Dari sisi stratigrafi, urutan batuan dari yang tertua hingga termuda mencakup:

  1. Batulanau Karbonatan (Miosen Atas)
  2. Batugamping (Pliosen Tengah)
  3. Batupasir (Pliosen Atas)
  4. Breksi Vulkanik (Plistosen)
  5. Intrusi Andesit (Plistosen)

Wilayah ini menunjukkan deformasi tektonik yang signifikan, dengan ditemukannya kekar gerus, sesar geser sinistral, dan sesar turun. Arah gaya utama dari struktur ini didominasi oleh pola timur laut-barat daya (NE-SW).

(Sesar geser sinistral)                                                   (Batulanau karbonatan)

Daerah ini memiliki potensi geologi yang meliputi:

  • Bahan Galian Non-Logam: Andesit, batupasir, batugamping, dan batulanau karbonatan.
  • Kerawanan Geologi: Longsoran, banjir, dan subsidensi akibat struktur geologi dan karakter litologi.

Selain tujuan akademik, kegiatan pemetaan di kawasan ini dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal, di antaranya:

  1. Peningkatan Kesadaran Bencana Geologi: Hasil analisis potensi longsoran dan banjir dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko geologi serta langkah mitigasi.
  2. Pemanfaatan Sumber Daya Alam: Informasi tentang bahan galian non-logam, seperti andesit dan batupasir, dapat membantu masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara lebih efisien dan berkelanjutan. Terutama dengan adanya manifestasi panas bumi di Banyu Kuning.
  3. Perencanaan Wilayah: Data yang dihasilkan bisa menjadi dasar untuk perencanaan pembangunan lokal, seperti memilih lokasi aman untuk infrastruktur atau pemukiman.
  4. Pengembangan Ekonomi: Informasi geologi dapat mendorong potensi pariwisata geologi (geowisata) dan mempromosikan area ini sebagai destinasi berbasis edukasi dan eksplorasi alam. Terutama pengembangan geowisata seperti Watugandul, Gunung Pandan, dan Banyu Kuning.

Pemetaan geologi ini memberikan pemahaman mendalam tentang interaksi antara faktor endogenik dan eksogenik dalam pembentukan wilayah Sambongrejo. Selain itu, hasilnya berkontribusi pada masyarakat lokal dalam bentuk pemahaman risiko geologi, optimalisasi sumber daya alam, dan perencanaan wilayah yang lebih baik.

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024