Mengungkap Dinasti Minyak dan Kekayaan Lokal Desa Kalangan dan Sekitarnya, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur

Penulis: Gusti Muhammad Fiqry

Libur semester bagi saya dan teman-teman Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada angkatan 2022 bukanlah waktu untuk bersantai. Sebanyak 139 mahasiswa, termasuk saya, diwajibkan mengikuti mata kuliah Pemetaan Geologi yang kami kenal dengan sebutan Kuliah Lapangan (KL). Program ini terbagi menjadi dua tahap: KL kelompok dan KL mandiri. KL kelompok dilaksanakan selama 10 hari di Kampus Lapangan Geologi UGM di Bayat, Klaten, Jawa Tengah. Setelah itu, kami melanjutkan KL mandiri di Zona Kendeng, yang membentang dari Semarang hingga Lamongan.

Setelah menyelesaikan pemetaan KL kelompok di Bayat, saya bersama teman-teman melanjutkan pengambilan data KL Mandiri. Sebanyak 139 mahasiswa ditugaskan untuk memetakan area masing-masing seluas 4×5 km, yang tersebar mulai dari Kabupaten Semarang hingga Nganjuk, Jawa Timur. Program ini berlangsung dari 15 Juli hingga 9 Agustus 2024. Saya sendiri tergabung dalam Kelompok 21, bersama Raihan Al Muhaimi, Nareswara Kanya Maharsi, Nadine Filzah Al-Phasa, dan Muhammad Ghirazdha Achyar. Kami bertugas memetakan wilayah perbatasan antara Kabupaten Bojonegoro dan Ngawi.

Di wilayah pemetaan saya, terdapat sebuah proyek besar yang cukup menarik perhatian, yaitu pembangunan Bendungan Karangnongko. Bendungan ini sedang dibangun sekitar 8 km ke utara dari daerah pemetaan saya. Meskipun masih dalam tahap pembangunan, keberadaan bendungan ini memberikan dampak positif, khususnya terhadap akses jalan menuju lokasi pengamatan geologi saya. Jalan yang sebelumnya sulit dilewati kini sudah jauh lebih baik dan mempermudah perjalanan saya ke titik-titik pengamatan.

Bendungan ini terletak di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo, yang merupakan salah satu sungai terpanjang dan terpenting di Jawa. Salah satu tujuan utama dibangunnya bendungan ini adalah untuk mengatur aliran Sungai Bengawan Solo, yang sering kali berfluktuasi, terutama saat musim hujan, yang bisa menimbulkan banjir di beberapa wilayah.

Gambar 1. Bendungan Karangnongko (Dokumentasi Pribadi)

Sebagai pendatang dari Kalimantan, pengalaman ini benar-benar membuka mata saya. Saya bertanggung jawab atas kavling nomor 76 yang terletak di Desa Kalangan dan sekitarnya. Letaknya cukup dekat dengan Kantor Desa Kalangan, hanya sekitar 200 meter, tetapi untuk mencapainya, saya harus melewati jalan setapak yang cukup menantang. Hal yang paling berkesan selama pemetaan adalah keramahan warga setempat. Mereka sering menyapa saya dengan hangat, “Ajeng tenpundi, Mas?” atau “Saking pundi, Mas?” bahkan mengundang saya untuk “pinarak” di rumah mereka. Interaksi ini membuat saya merasa diterima meskipun awalnya merasa asing.

Wilayah pemetaan saya didominasi oleh perkebunan jagung, tebu, dan singkong, yang menunjukkan hubungan harmonis antara kekayaan geologi dan aktivitas pertanian masyarakat. Setiap hari saya melakukan berbagai pengamatan, mulai dari pencatatan struktur geologi, stratigrafi, deskripsi litologi, hingga analisis singkapan. Salah satu temuan utama dalam pemetaan ini adalah adanya anticlinorium Margomulyo, sesar naik Kalangan, dan sesar naik Margomulyo, serta batulanau karbonatan dan batugamping yang mendominasi area tersebut. Temuan ini menjadi salah satu catatan penting dalam penelitian kami.

Pak Kasmani, Kepala Desa Kalangan, berbagi cerita menarik mengenai aktivitas misterius di sekitar daerah pemetaan saya. Menurutnya, ada sebuah kawasan yang diberi pagar dengan luas yang sangat besar, menimbulkan banyak spekulasi di kalangan warga. Kehadiran kendaraan besar yang bolak-balik membawa peralatan berat semakin memperkuat dugaan adanya upaya eksplorasi atau bahkan ekstraksi minyak di kawasan tersebut. “Kalau dilihat dari lokasi dan aktivitasnya, ini bukan pekerjaan biasa,” ujar Pak Kasmani dengan nada setengah bercanda, tetapi penuh rasa penasaran.

Teori ini menjadi semakin menarik karena di sisi utara Desa Kalangan terdapat Zona Rembang, yang dikenal sebagai salah satu area penghasil minyak terbesar di Jawa. Menurut Pak Kasmani, lokasi pengeboran minyak di wilayah tersebut kemungkinan besar terhubung dengan kawasan ini melalui struktur bawah permukaan seperti rekahan atau perangkap geologi yang menyimpan hidrokarbon. Namun, bagian yang paling menarik dari teori ini adalah klaimnya tentang Bendungan Karangnongko.

Pak Kasmani menduga bahwa bendungan yang sedang dibangun itu bukan hanya sekadar proyek irigasi atau pengendalian banjir. Ia percaya bahwa bendungan ini sengaja dirancang untuk meningkatkan tekanan fluida di bawah tanah. “Bendungan itu kan menampung banyak air, beratnya bisa meningkatkan tekanan dari atas. Kalau ada minyak di bawah, tekanan itu bisa mempermudah minyak naik ke zona yang lebih dangkal,” jelasnya sambil menunjuk ke peta sederhana yang digambarnya di tanah.

Dalam teorinya, Pak Kasmani menghubungkan beberapa kejadian, seperti pola pengeboran di daerah utara dan pembangunan bendungan di sisi selatan yang menurutnya saling terkait. Ia menduga bahwa perusahaan-perusahaan besar mungkin menggunakan pendekatan ini untuk memanfaatkan tekanan hidrostatis dari air bendungan agar minyak lebih mudah diekstraksi. Dengan kata lain, bendungan itu bukan hanya untuk kepentingan pertanian, tetapi juga bagian dari strategi eksplorasi energi bawah permukaan.

Meskipun teori ini terdengar seperti plot dalam sebuah film, penjelasan Pak Kasmani cukup masuk akal jika dilihat dari sudut pandang geologi. Mekanisme peningkatan tekanan dari berat air dalam bendungan terhadap fluida bawah tanah memang bisa memengaruhi pergerakan hidrokarbon, terutama jika ada jalur migrasi yang memungkinkan minyak berpindah. Bagi saya, cerita ini memberikan dimensi baru dalam pengalaman pemetaan saya di Desa Kalangan. Ini bukan hanya soal geologi semata, tapi juga misteri, spekulasi, dan potensi besar yang mungkin tersembunyi di bawah permukaan tanah yang saya pijak setiap hari.

Pengalaman KL Mandiri ini benar-benar meninggalkan kesan yang mendalam. Saya tidak hanya belajar memahami geologi di lapangan, tetapi juga tentang kearifan lokal dan bagaimana manusia dapat hidup harmonis dengan alam. Bagi saya, Desa Kalangan bukan hanya tempat pemetaan, tapi juga tempat yang mengajarkan banyak pelajaran berharga tentang kehidupan.

Gambar 2. Sesi deeptalk Kelompok 21 (Dokumentasi Pribadi)

KL tidak hanya menambah pemahaman kami tentang ilmu geologi, tetapi juga kesempatan untuk lebih mengenal sesama teman, alam, dan penduduk sekitar. Aktivitas yang kami lakukan bersama sehari-hari, mulai dari tidur sekamar hingga berbincang bersama warga lokal menggunakan Bahasa Jawa, semuanya membuat pengalaman ini menjadi lebih berkesan. Raihan Al Muhaimi, yang kebetulan menjadi Ketua Pelaksana Pemetaan Geologi Angkatan 2022, pernah berkata, “Pemetaan geologi itu seperti perjalanan cinta, penuh lika-liku. Terkadang singkapannya kelihatan jelas, terkadang juga tidak kelihatan sama sekali, membuat galau. Tetapi jika sudah menemukan yang tepat, rasanya seperti menemukan soulmate geologi!” katanya sembari tertawa, yang langsung membuat kami semua merasa lebih ringan meski sedang frustasi di lapangan. Malam terakhir di Pondokan menjadi momen yang emosional, diisi dengan refleksi, cerita lucu, dan perpisahan yang penuh kehangatan.

Berdasarkan temuan-temuan geologi ini, kawasan pemetaan di Desa Kalangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai destinasi geowisata, yang tidak hanya mengedukasi masyarakat tentang geologi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Misalnya, dengan pengembangan jalur geowisata yang menghubungkan berbagai situs geologi, wisatawan dapat menikmati keindahan alam sekaligus mempelajari struktur geologi yang ada, seperti sesar atau formasi batuan karbonat. Kehadiran fasilitas yang memadai dan pengembangan potensi lokal seperti homestay atau pusat edukasi geologi juga bisa mendukung upaya ini. Selain itu, cerita tentang potensi eksplorasi energi bawah tanah, yang berhubungan dengan teori Pak Kasmani tentang hubungan bendungan dan pengeboran minyak, juga bisa menjadi narasi menarik untuk pengunjung yang tertarik dengan geologi dan industri energi.

Gambar 3. Sunset di morfologi perbukitan (Dokumentasi Pribadi)

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024