Menjelajah Geologi Zona Rembang: Kisah Batuan dan Lipatan di Kabupaten Blora

Penulis: Darren Pagliuca Weringkukly

 

Zona Rembang di Kabupaten Blora adalah salah satu “panggung utama” geologi di Jawa Timur–Utara. Di sini, batuan karbonatan, lapisan sedimen halus, dan struktur lipatan berpadu membentuk lanskap yang bercerita tentang masa lalu bumi. Tidak hanya indah dilihat, wilayah ini juga menyimpan petunjuk penting tentang bagaimana lautan purba, arus sedimen, dan gaya tektonik membentuk bentang alam yang kita lihat sekarang. Pemetaan geologi di kawasan ini dilakukan bukan hanya untuk sekadar mengisi peta dengan warna-warna litologi, tetapi untuk memahami hubungan antara batuan, proses geologi, dan potensi sumber daya yang mungkin dimanfaatkan secara bijak. Dengan begitu, informasi yang dihasilkan dapat menjadi landasan untuk perencanaan wilayah, konservasi, bahkan potensi pengembangan geowisata.

Proses pemetaan dilakukan seperti melakukan investigasi di “TKP” geologi—bedanya, yang kita cari bukan pelaku, tapi jejak-jejak masa lalu bumi. Singkapan dipilih berdasarkan kelengkapan informasi litologi dan kemudahan aksesnya. Kompas geologi digunakan untuk mengukur jurus dan kemiringan lapisan, GPS untuk memetakan koordinat presisi, dan catatan lapangan dilengkapi foto, sketsa, hingga sampel untuk analisis lanjutan. Pendekatan ini juga selaras dengan semangat Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-15 (Life on Land) dan tujuan ke-11 (Sustainable Cities and Communities). Dengan pemetaan yang akurat, kita bisa membantu mengelola sumber daya geologi secara berkelanjutan, menjaga singkapan penting agar tidak rusak, serta mendukung perencanaan tata ruang yang aman dari potensi bahaya geologi.

Hasil pengamatan lapangan mengungkap beragam karakter batuan yang menarik. Ada batugamping pasiran, berbutir halus hingga sedang, dengan campuran material karbonat dan terrigenous—seperti perpaduan pasir pantai dengan pecahan cangkang. Lalu ada grainstone (Embry & Klovan, 1971), yang seluruhnya tersusun dari butiran karbonat rapat, mengisyaratkan pengendapan di perairan energi tinggi, semacam “pasir pantai” purba yang padat oleh waktu. Packstone (Embry & Klovan, 1971) menampilkan matriks karbonat yang membungkus butiran, seperti lapisan tipis lumpur di antara kerikil, menandakan lingkungan dengan energi sedang. Sementara wackestone (Embry & Klovan, 1971) punya butiran jarang dengan matriks dominan—lebih tenang, mungkin hasil pengendapan di lagoon atau perairan terlindung. Selain, ada juga batu lempung hitam yang sarat fragmen fosil kerang, petunjuk lingkungan reduksi kaya organik. Terakhir, batulanau karbonatan abu-abu terang dengan fragmen fosil kerang dan koral, menunjukkan jejak laut dangkal yang penuh kehidupan biogenik.

Struktur geologi di daerah ini seperti “tanda tangan” tektonik masa lalu. Lipatan antiklin dengan kemiringan moderately inclined hingga horizontal inclined (Fluety, 1964) terbentuk akibat kompresi yang memeluk lapisan batuan, membentuk busur-busur elegan di bawah tanah. Selain lipatan, ada sistem sesar geser yang saling silang: sesar geser dekstral berarah barat laut–tenggara, dan sesar geser sinistral berarah timur laut–barat daya. Pola ini mencerminkan gaya geser miring (oblique) yang bekerja bersamaan dengan kompresi, sebuah tarian geologi yang membentuk distribusi batuan khas di zona Rembang.

Pemetaan geologi di Zona Rembang, Kabupaten Blora, bukan sekadar mencatat jenis batuan dan garis-garis struktur di peta. Ia adalah upaya membaca kisah panjang interaksi laut purba, pengendapan sedimen, dan tarikan gaya tektonik yang membentuk lanskap hari ini. Dari batugamping pasiran hingga lipatan antiklin, setiap temuan menjadi potongan puzzle yang menyusun sejarah geologi daerah ini. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang kondisi litologi dan struktur, wilayah ini dapat dikelola secara bijak, sejalan dengan semangat pembangunan berkelanjutan. Batuan dan struktur bukan hanya objek ilmiah, tetapi juga warisan alam yang layak dijaga untuk generasi mendatang.

 

Humas Departemen | Oktober 2025