Merangkul Tiga Kabupaten dalam Satu Daerah Pemetaan: Bagaimana Geologi Mendidik Manusia Menjadi Lebih Membumi

Penulis: Muhammad Farel Diputra

Banyak orang yang mungkin tidak mengenali daerah-daerah pedalaman di beberapa kabupaten besar, seperti salah satunya Kabupaten Semarang. Mayoritas orang akan membayangkan Semarang dengan gemerlapnya kota dengan koleksi kuliner yang beragam macam. Begitu pula Demak, yang langsung terbesit adalah wisata religi dan kekayaan budayanya akan langsung tergambar dalam pikiran. Mungkin sedikit berbeda dengan kedua kabupaten lainnya, Grobogan akan terdengar asing bagi beberapa masyarakat, tetapi lokasinya yang diapit oleh kabupaten-kabupaten besar tidak bisa luput dari ingatan

Akan tetapi, siapa sangka pada titik pertemuan ketiga kabupaten tersebut, terdapat kecamatan-kecamatan kecil yang mempunyai beragam kisah di dalamnya. Dalam kavling berukuran 4 x 5 kilometer, terdapat tiga kabupaten yang di dalamnya berisi empat kecamatan, yaitu Kedungjati, Tanggungharjo, Karangawen, dan Pringapus. Keunikan tentunya tidak berhenti hanya disana, tetapi juga digambarkan oleh warganya.

Dalam kavling yang relatif kecil tersebut, yang didominasi hampir 90% oleh ladang dan hutan, terdapat suatu dusun kecil yang berada di tengahnya. Dusun tersebut adalah Dusun Pepe yang merupakan bagian dari Desa Prigi, Kecamatan Kedungjati, Kabupaten Grobogan. Dusun tersebut mungkin dihuni oleh kurang dari 100 orang dengan panjang jalan utama yang dapat ditempuh hanya sekitar 1 menit saja dari ujung desa ke ujung satunya.

Dokumentasi konstruksi bendungan Jragung di daerah penelitian

Masyarakat disana dan beberapa desa lainnya di sekitar mengandalkan perkebunan sebagai penyambung hidup mereka. Komoditas yang biasa ditanam adalah jagung. Sebagian besar dari daerah pemetaan merupakan ladang jagung dengan setempat merupakan hutan yang sangat rimbun.

Sempat pada satu waktu, penulis sedang menyusuri punggungan bukit dengan mengendarai motor melalui jalur motor petani, kemudian penulis memutuskan beristirahat sejenak menikmati pemandangan. Kemudian, penulis didatangi oleh seorang bapak petani yang nampaknya juga sedang istirahat dan bersiap memanen kembali. Bapak petani yang belum sempat penulis tanyakan tersebut pun berbincang mengenai keadaan masyarakat sekitar, baik dari segi pendidikan, pekerjaan, hingga ekonomi.

Beliau menceritakan mengenai kondisi ekonomi yang dialami oleh warga sekitar, mulai dari harga pupuk dan bibit yang terkadang cukup mahal, hingga nilai jual beberapa komoditas yang sempat beberapa kali turun drastis. Hal tersebut tentunya berpengaruh pada sumber pemasukan mereka, salah satu hal yang membuat penulis terenyuh adalah mereka harus sampai merelakan cita-cita anak-anaknya dan memilih untuk mencari sekolah yang murah, atau bahkan hingga tidak bersekolah. Beliau bercerita karena kesulitan kondisi ekonomi dari warga sekitar, jangankan berambisi, sekedar membayangkan tentang kehidupan perkuliahan pun mereka tidak bisa. Banyak warga sekitar yang bahkan tidak mampu menyekolahkan anaknya di sekolah negeri dan berujung pada menitipkan putra putri mereka di pondok pesantren agar kehidupan putra putri mereka sehari-hari dapat ditanggung oleh pengurus pondok pesantren.

Dalam kesempatan lain, penulis sempat berpapasan dengan seorang ibu dan anaknya yang sedang pergi mencari rumput di dalam hutan. Seorang ibu yang belum terlalu tua bersama anaknya yang mungkin masih balita. Satu hal yang membuat penulis tak habis pikir adalah mereka berdua berjalan kaki menyusuri hutan, sedangkan penulis saja masih menggunakan sepeda motor dan banyak berkeluh kesah. Penulis sempat merasa terpukul melihat kondisi yang dialami oleh warga sekitar dan membuat penulis merasa bersyukur akan kehidupan yang sekarang penulis sedang jalani.

Penulis selama berkegiatan di lokasi pemetaan, bersama dengan teman satu kelompok, menginap di rumah ibu dari bapak kepala desa. Hal yang penulis dapat amati dari wilayah tersebut, keluarga bapak kades adalah satu-satunya keluarga yang tergolong mampu diantara warga lainnya. Walaupun demikian, bukan berarti rumahnya berukuran besar dan sebagainya, rumahnya masih dengan arsitektur dan bentuk yang kurang lebih sama dengan rumah-rumah sederhana di kota-kota pada umumnya. Dari hal tersebut juga penulis dapat menyimpulkan bahwa kondisi pada daerah pemetaan masih cukup memprihatinkan.

Satu hal yang dapat penulis pelajari dari kegiatan pemetaan geologi ini selain dari pembahasan geologi adalah bagaimana cara bersyukur dan menelisik lebih dalam mengenai kehidupan. Terkadang saking sibuknya mengejar ambisi, penulis terlena dan banyak mengeluh dalam menjalani hidup. Pada kegiatan pemetaan geologi ini penulis jadi tersadar bahwa belajar tentang geologi bukan hanya mempelajari bumi tetapi juga belajar caranya membumi. Hal-hal yang mungkin terlewat ketika pembelajaran di ruang kuliah, dapat diambil ketika sedang di lapangan. Perihal bagaimana dunia bekerja, bagaimana cara bersyukur lebih baik, bagaimana cara bersosialisasi dengan orang lain, bagaimana cara menghadapi dunia, terkadang pelajaran tersebut tidak berasal dari dosen, tetapi dari warga yang ditemui pada saat di lapangan. Hal tersebut menjadi salah satu alasan besar penulis merasa bersyukur mengambil kuliah di program studi teknik geologi, karena disini tidak hanya diajarkan tentang bagaimana bumi terbentuk, tapi juga bagaimana bumi dapat membentuk seseorang, tentang bagaimana bumi memberikan kita pelajaran bukan hanya dari isinya, tetapi juga dari makhluk-makhluk yang berjalan di atasnya. Geologi bukan sekedar mempelajari bumi dan isinya, tetapi juga seluruh benda yang hidup dan bergantung padanya.

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024