Prof. Wahyu Wilopo, Ajak Masyarakat Kenali Tanda-Tanda Longsor

Pada 21 Januari 2025, terjadi peristiwa tanah longsor yang melanda Pekalongan, mengakibatkan banyak korban. Peristiwa bencana ini terjadi setelah hujan deras yang melanda Kecamatan Petungkriyono, Pekalongan, Jawa Tengah. Penyebab utama dari kejadian tanah longsor ini adalah curah hujan yang sangat tinggi, yang tercatat dalam beberapa hari sebelum kejadian.

Data satelit menunjukkan bahwa curah hujan mencapai 93 mm per hari dalam beberapa hari sebelum longsor. Penelitian menunjukkan bahwa curah hujan 30 mm per hari atau 63 mm dalam tiga hari dapat memicu longsor di Pulau Jawa. Kondisi lingkungan, seperti perubahan fungsi lahan, juga kemungkinan berkontribusi terhadap terjadinya bencana ini.

Prof. Dr. Eng. Ir. Wahyu Wilopo S.T., M.Eng., IPM., Dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada, menekankan pentingnya kegiatan mitigasi sebagai respons terhadap bencana yang dipicu oleh kondisi hidrometeorologi, seperti longsor, banjir, dan angin ribut, yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. “Jumlah dan dampak bencana ini semakin meningkat akibat perubahan iklim global,” kata Wahyu pada 24 Januari 2025.

Mengenai penyebab longsor ini, Wahyu mencatat bahwa lokasi yang berada di kaki lereng, ditambah dengan morfologi kipas kolovial (sedimen lepas) dan kemiringan lereng yang curam, berkontribusi terhadap bencana ini. “Batuan yang menyusun Petungkriyono adalah batuan vulkanik dan terdiri dari endapan hasil runtuhan pada masa lalu, mulai dari lempung hingga bongkah,” jelasnya. Ia juga menjelaskan bahwa struktur geologi di daerah ini mengandung beberapa patahan, baik patahan normal maupun geser, yang mempercepat proses pelapukan dan membentuk endapan tanah yang tebal di beberapa tempat.

Wahyu juga menyoroti tanda-tanda yang harus dikenali masyarakat, seperti retakan tanah, tiang atau pohon yang miring, dan struktur bangunan yang tidak sempurna. Selain itu, munculnya mata air keruh di kaki lereng dan adanya guguran tanah atau batuan juga merupakan indikator penting. “Biasanya akan ada getaran dan suara gemuruh sebelum longsor yang cukup besar terjadi,” tambahnya.

Untuk mengantisipasi terjadinya korban akibat longsor, Wahyu menyebutkan bahwa banyak alat deteksi peringatan dini telah dikembangkan, termasuk dari UGM, yang telah diimplementasikan di berbagai wilayah di Indonesia. Sistem Peringatan Dini (EWS) ini telah distandarkan menjadi SNI 8235:2017 tentang Sistem Peringatan Dini Gerakan Tanah dan ISO 22328-2:2024 tentang pedoman untuk sistem peringatan dini berbasis masyarakat.

Yang tidak kalah penting, imbuhnya, adalah pemerintah dan masyarakat harus mengikuti informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang secara rutin memberikan informasi tentang prediksi curah hujan tinggi untuk beberapa wilayah di Indonesia. Badan Geologi juga telah menginformasikan peta ancaman kejadian longsor setiap bulannya ke masing-masing daerah.

Namun, tantangan yang ada adalah bagaimana memastikan bahwa peringatan tersebut dapat sampai kepada semua warga yang berisiko terjadi longsor. “Saya kira penting bagi pemerintah daerah untuk merespons informasi tersebut dengan cepat dan tepat dalam rentang waktu yang sesuai. Kerjasama yang baik antara pemerintah, masyarakat, swasta, media massa, dan akademisi sangat penting untuk mitigasi ini,” pungkasnya.

 

Sumber: https://jogja.tribunnews.com/2025/01/26/waspada-longsor-begini-tanda-tandanya-menurut-pakar-ugm?page=2

 

Humas Departemen | Februari 2025