Pasir Laut dan Sedimen: Menelaah Pemanfaatan, Dampak Ekologi, dan Urgensi Regulasi

Pada 12 Oktober 2024 yang lalu salah satu dosen Teknik Geologi FT UGM, Bapak Agus Hendratno, S.T., M.T, menjadi pemateri dalam suatu diskusi mengenai isu lingkungan atau ekologi yang sedang menjadi topik hangat perbincangan. Bersama dengan Rumah Ekoliterasi, beliau menyampaikan pendapatnya dari kaca mata akademisi terkait “Pasir dan Sedimen Laut: Eksploitasi dan Dampak Ekologi yang Ditimbulkan”. Pada kesempatan tersebut, Bapak Agus Hendratono didampingi oleh Dr. Agus Prasetya sebagai pembahas dan Prof. Chandra W. Purnomo sebagai moderator.

Sebagai dosen Teknik Geologi, Bapak Agus Hendratno menyampaikan pengetahuannya sebagai sudut pandang keilmuan terkait definisi pasir dan sedimen laut serta pemanfaatannya bagi industri dan masyarakat. Selain itu, pada diskusi ini juga membahas pandangan dari seorang geologist terkait isu lingkungan yang muncul akibat adanya penambangan atau penghisapan sedimen laut yang marak akhir-akhir ini.

Sebelum membicarakan terkait definisi dari pasir dan sedimen laut, kita perlu mengingat bahwa batuan yang ada di permukaan bumi akan mengalami pelapukan dan tertransportasi ke sistem perairan darat yaitu sungai dan kemudian mencapai lautan. Secara singkat, pengertian sedimen laut adalah hasil dari proses sedimentasi yang mengendapkan material sedimen di dasar perairan laut dan terdiri atas unsur sedimen anorganik yaitu pasir dan lumpur asal darat ataupun hasil rombakan batuan bawah laut maupun sedimen organik akibat runtuhan terumbu karang akibat perubahan arus atau abrasi. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa sumber material sedimen yang ditemukan di dasar perairan itu tergantung dengan jenis batuan di sekitarnya.

Definisi dari pasir laut memiliki sedikit perbedaan dengan sedimen laut. Pasir laut sendiri merupakan partikel sedimen anorganik berukuran pasiran atau 0,06 – 2,00 mm (skala Wentworth) yaitu pasir halus hingga pasir kasar. Komposisi dari pasir laut terdiri atas logam dan non logam yang berasal dari batuan asalnya. Sebagai contoh, perairan Bangka Belitung, Kepulauan Riau yang memiliki banyak batuan granit akan menghasilkan pasir kuarsa. Perairan Kepulauan Riau memiliki kedalaman yang dangkal apabila dibandingkan dengan perairan Indonesia di bagian timur.

Contoh penghisapan pasir laut

Isu terkait pasir laut ini kembali muncul ke permukaan karena adanya kegiatan pengambilan pasir laut di perairan Kepulauan Riau yang dibawa ke Singapura. Pasir laut yang diambil ini merupakan produk-produk sedimentasi purba. Hal ini menjadi sebuah kerancuan menimbang pemanfaatan sedimen laut dalam Peraturan Presiden yaitu sedimen laut hasil produk geologi pada masa kini. Dalam umur geologi, yang dimaksudkan dengan masa kini yaitu 1 juta hingga 1,5 juta tahun yang lalu. Pada peraturan tersebut belum ada definisi sedimen laut dalam konteks geological time agar dapat memberikan kejelasan bagi pihak yang berkepentingan terkait batasan sedimen yang laut yang diperbolehkan untuk diambil. Sebagai contoh, gambar di atas menunjukkan proses penghisapan air laut yang diperkirakan cukup dekat dengan daratan, apakah sedimen yang dihisap tersebut sedimen pada masa kini ataukah masa lalu?

Proses penghisapan sedimen ini ternyata juga membawa dampak lingkungan. Pasir yang dihisap merupakan sedimen yang lepas atau lunak yang kemudian disemprotkan ke kapal penampungan sekaligus memisahkan pure pasir dengan sedimen lainnya beserta air laut. Hal ini akan menimbulkan kekeruhan di laut. Adanya kekeruhan ini dapat mengganggu nelayan-nelayan apabila proses penghisapan sedimen tersebut terjadi di zona penangkapan ikan.

Sebagai contoh lainnya yaitu Pulau Bawean yang terletak di Gresik. Di pulau ini terdapat tumpukan sedimen hasil dari 2 arus yang berlawanan. Arus yang membawa sedimen tersebut kemudian terakumulasi. Sedimen tersebut termasuk dalam sedimen masa kini.

Nama pasir sangat dipengaruhi oleh komponen dan komposisi penyusunnya. Pasir yang cenderung berwarna hitam seperti di Pantai Parangtritis berasal dari batuan vulkanik dan kaya akan besi. Selain itu, pasir di Gunung Kidul, Yogyakarta cenderung berwarna putih karena berasal dari batuan karbonat. Pasir yang berada di wilayah Meranti, Kepulauan Riau berwarna putih karena mengandung kuarsa. Pasir kuarsa tersebut yang diekspor ke luar negeri ternyata dimanfaatkan untuk industri, sedangkan bagian yang bukan kuarsanya digunakan untuk reklamasi. Hal ini menjadikan kerugian bagi Indonesia karena pasir tersebut memiliki nilai pemanfaatan yang tinggi. Selain itu, pasir laut juga mengandung LTJ (logam tanah jarang).

Oleh karena itu, diperlukan adanya pertimbangan lebih lanjut untuk mengkaji terkait isu pengambilan sedimen laut yang ada di perairan Indonesia. Pertimbangan ini tentunya juga memperhatikan respons sosial terutama masyarakat yang dapat berdampak secara langsung seperti nelayan. Tentunya regulasi yang dihasilkan nantinya tidak menghasilkan gesekan yang lebih kompleks dan adil bagi seluruh pihak.

Sumber: https://youtu.be/NOdRfsxoyUA?si=tXbwpvUuzLLC3yWE

Dewi Indah Kusuma Sari | Desember 2024