Penulis: Muhammad Amin Al Ridho

Kegiatan Kuliah Lapangan Geologi (KLG) Zona Rembang 2025 berlangsung selama satu bulan dan bertujuan untuk membekali mahasiswa Teknik Geologi UGM Angkatan 2023 dengan keterampilan kerja lapangan, sekaligus memperdalam pemahaman terhadap kondisi geologi di lapangan. Melalui kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu melaksanakan pemetaan geologi secara cermat, akurat, dan objektif, sehingga menghasilkan peta geologi yang berkualitas. Selama pelaksanaannya, setiap mahasiswa mendapatkan kavling pemetaan yang terletak di sepanjang Antiklinorium Rembang. Pembagian kavling dilakukan secara merata agar seluruh area pemetaan dapat terliput secara menyeluruh dan tidak ada bagian wilayah yang terabaikan, sehingga data yang diperoleh representatif untuk menggambarkan kondisi geologi kawasan tersebut.
Daerah pemetaan pada kavling 38, yang terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, memiliki luas sekitar 4 × 5 km. Secara geografis, wilayah ini didominasi oleh topografi perbukitan rendah dan daerah landai dengan ketinggian antara 100 hingga 200 meter di atas permukaan laut. Berdasarkan Peta Geologi Regional Rembang dan Ngawi, kavling ini mencakup empat formasi utama, yaitu Formasi Tawun, Formasi Ngrayong, Formasi Bulu, dan Formasi Wonocolo. Hasil pengamatan lapangan menunjukkan keberagaman satuan litologi, meliputi rudstone, packstone, grainstone, batu pasir, dan batu lempung. Secara lebih spesifik, Formasi Tawun tersusun atas batulempung dan packstone, Formasi Ngrayong didominasi batu pasir, Formasi Bulu mengandung rudstone, sedangkan Formasi Wonocolo terdiri atas grainstone.
Kavling 38 memperlihatkan keberadaan struktur geologi berupa indikasi sesar geser sinistral Karangasem berarah tenggara–barat laut, disertai sumbu antiklin Grantil. Berdasarkan analisis kenampakan Digital Elevation Model (DEM), kawasan ini pada umumnya memiliki bentang alam perbukitan, namun sebagian besar telah mengalami proses denudasi kuat, sehingga yang tersisa hanya bagian-bagian perbukitan tertentu. Kondisi ini dipengaruhi oleh perbedaan tingkat ketahanan litologi terhadap pelapukan dan erosi. Batuan yang memiliki kekompakan tinggi, seperti batugamping masif atau batupasir padat, lebih mampu bertahan terhadap degradasi alam dan tetap menjadi tonjolan morfologis (Gerrard, 2012). Sebaliknya, batuan yang lebih lunak, seperti batulempung, cepat terkikis dan membentuk area landai atau dataran rendah (Farooq et al., 2023). Pola relief di wilayah ini terbentuk dari perpaduan faktor struktural, seperti sesar dan lipatan, dengan sifat litologi yang beragam.

Di wilayah kavling 38 terdapat potensi geologi yang berasal dari satuan batulempung, di mana material ini dimanfaatkan sebagai bahan baku mineral industri untuk pembuatan keramik dan genteng. Hal ini dapat mendukung penggunaan sumber daya secara efisien serta dapat mendukung pertumbuhan ekonomi setempat. Selain itu, wilayah ini juga mencakup Formasi Ngrayong. Hasil pengamatan lapangan pada salah satu stasiun menunjukkan adanya kontak antara batu pasir dan serpih. Kondisi tersebut dapat diasumsikan sebagai indikasi bekas aktivitas pengeboran pada masa lalu, yang mengarah pada kemungkinan keberadaan reservoir minyak di daerah tersebut, mengingat kombinasi batu pasir sebagai batuan reservoir dan serpih sebagai batuan penutup merupakan konfigurasi umum dalam sistem petroleum.

Berdasarkan temuan lapangan dan analisis geologi, wilayah kavling 38 tidak hanya menyimpan potensi mineral industri, tetapi juga memiliki indikasi yang mendukung pengembangan sumber energi berkelanjutan. Kehadiran kontak antara batu pasir dan serpih yang teramati di beberapa titik mengindikasikan kemungkinan keberadaan sistem petroleum, di mana batu pasir berperan sebagai batuan reservoir dan serpih sebagai batuan penutup. Jika dikaji lebih lanjut, kombinasi ini dapat menunjang eksplorasi hidrokarbon konvensional maupun non-konvensional. Selain itu, kondisi geologi yang bervariasi dengan lapisan batuan berpori juga memungkinkan pemanfaatan teknologi penyimpanan energi bawah permukaan, seperti penyimpanan gas atau panas bumi skala kecil (Matos et al., 2019). Pengelolaan potensi ini dengan pendekatan berkelanjutan dapat mendukung kemandirian energi di tingkat lokal sekaligus menjaga kelestarian lingkungan (Yasnolob et al., 2019). Dengan demikian, daerah ini berpeluang dikembangkan menjadi salah satu pusat energi berkelanjutan di masa depan.
Humas Departemen | Oktober 2025