Menelusuri Cerita Batuan: Perjalanan Kuliah Lapangan Bayat dan Pati–Blora 2025

Penulis: Khrisna Whardani Jatiningsih Nurcahya

 

Pemetaan Kuliah Lapangan Geologi 2025 merupakan rangkaian kegiatan yang sangat berkesan dalam perjalanan akademik saya sebagai mahasiswa Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Kegiatan ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu Kuliah Lapangan Bayat dan Kuliah Lapangan Mandiri, yang masing-masing memberikan pengalaman mendalam pada setiap langkah proses pembelajaran. Kuliah Lapangan Bayat merupakan tahapan awal yang penuh tantangan untuk mempersiapkan mental serta membentuk karakter diri sebagai bekal menuju tahap Kuliah Lapangan Mandiri. Sementara itu, Kuliah Lapangan Mandiri menjadi tantangan utama yang membawa kami untuk berhadapan langsung dengan kondisi lapangan.

Kuliah Lapangan Bayat dilaksanakan pada 16–26 Juni 2025 di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Penamaan setiap kelompok mengacu pada makanan khas daerah Indonesia. Saya, Khrisna Whardani, tergabung dalam Kelompok 8 yang bernama “Nasi Liwet Asin Peda”, dengan ketua kelompok Bimo Satrio Dwiputro Widodo, serta anggota Bagas Abimanyu Wicaksono dan Pertiwi Zumi Maghfiroh. Kegiatan berlangsung selama sepuluh hari, dimulai dengan tes peraga berupa identifikasi batuan dan pengukuran struktur geologi. Selama lima hari pertama, kami mempelajari geologi regional Bayat, teknik dasar pemetaan geologi, serta penggunaan peralatan lapangan. Metode pemetaan yang digunakan meliputi lintasan terbuka dan tertutup di wilayah Jentir, Jiwo Barat, dan Jiwo Timur. Aktivitas dimulai sejak subuh dengan senam pagi, sarapan, pemeriksaan peralatan, dan dilanjutkan menuju lokasi pemetaan. Setiap titik pengamatan (STA) memberikan wawasan baru mengenai batuan penyusun dan struktur geologi Bayat yang dikenal akan keragaman litologinya.

Tahap berikutnya adalah pemetaan kavling secara mandiri di Bayat, yang lokasinya ditentukan melalui undian. Kelompok kami mendapatkan kavling nomor 14 di Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelum memulai kegiatan ini, dilakukan undian untuk menentukan dosen pembimbing. Kelompok kami mendapatkan bimbingan dari Ir. I Gde Budi Indrawan, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM. Hari pertama diawali dengan kegiatan reconnaissance bersama dosen pembimbing, kemudian dilanjutkan dengan solo mapping sesuai pembagian tim oleh asisten kelompok. Setiap akhir sesi lapangan dilakukan checking bersama dosen pembimbing untuk memastikan kesesuaian data lapangan. Seluruh data yang terkumpul kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk poster.

Gambar.1. Foto bersama Bapak Ir. I Gde Budi Indrawan, S.T., M.Eng., Ph.D., IPM.

Setelah Kuliah Lapangan di Bayat telah selesai.  Kuliah Lapangan Mandiri pun dimulai, kegiatannya berlangsung pada 30 Juni–26 Juli 2025. Kavling saya berada di Desa Sitimulyo, Kecamatan Pucakwangi, Kabupaten Pati dan Blora, Provinsi Jawa Tengah. Kami menetap di pondokan milik Ibu Sri Agung di Desa Pucakwangi. Perjalanan menuju pondokan memakan waktu sekitar lima jam menggunakan sepeda motor. Setibanya di lokasi, kami segera mengurus perizinan kepada Kepala Desa setempat serta memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kegiatan.

Pada minggu pertama, saya didampingi oleh Raditya Arya Gobel, adik tingkat dari Teknik Geologi angkatan 2024 yang berperan sebagai porter. Perjalanan menuju kavling yang berjarak cukup jauh dari pondokan diisi dengan berbagai cerita dan diskusi. Kegiatan utama meliputi identifikasi batuan penyusun, pengukuran struktur geologi, serta pengambilan sampel batuan. Selain kegiatan pemetaan, kami juga berupaya menjalin interaksi dengan masyarakat sekitar. Salah satu pengalaman yang membekas adalah ketika motor kami terjebak di jalan berlumpur dan bertanah liat selama tiga jam di tengah ladang berlitologi batulempung dan napal. Pada malam harinya, kami berkesempatan menghadiri pertunjukan keroncong yang diselenggarakan oleh Kecamatan Pucakwangi, serta menikmati suasana pasar malam di Desa Mojoagung.

Gambar.2. Foto singkapan Batulempung karbonatan

Hasil pemetaan geologi mandiri menunjukkan bahwa pola penyaluran sungai di daerah ini didominasi oleh pola dendritik, paralel, dan trellis, yang dipengaruhi oleh kontrol struktur geologi. Secara geomorfologi, wilayah pemetaan terbagi menjadi tiga satuan, yaitu Perbukitan Kuesta Sitimulyo Terdenudasi Kuat, Perbukitan Kuesta Kedungbacin Terdenudasi Sedang, dan Lembah Kuesta Ledok. Morfologi tersebut terbentuk akibat interaksi proses endogenik dan eksogenik. Litologi penyusun daerah pemetaan dari tua ke muda terdiri atas Batulempung karbonatan (Formasi Wonocolo), perselingan batupasir karbonatan dan batugamping (Formasi Ledok), serta Batunapal pasiran (Formasi Mundu). Analisis struktur mengidentifikasi keberadaan sesar geser dextral berorientasi timur laut–barat daya, dengan arah tegasan utama (maksimum) utara–selatan dan tegasan minimum timur laut–barat daya.

Gambar.3. Wisata Air Terjun Klating

Salah satu aspek geologi lokal yang menarik adalah Air Terjun Klating, yang menampakkan perlapisan perselingan batupasir karbonatan dan batugamping (Formasi Ledok). Terbentuknya air terjun ini diduga akibat kombinasi perbedaan ketahanan litologi terhadap erosi serta pengaruh sesar geser dextral yang menciptakan zona lemah bagi aliran sungai. Kondisi tersebut memicu terjadinya erosi diferensial, membentuk perbedaan elevasi yang berkembang menjadi air terjun.

Berdasarkan hasil pemetaan di Desa Sitimulyo, kegiatan ini berkontribusi terhadap pengembangan potensi lokal, khususnya di bidang geowisata (mendukung penguatan pertumbuhan ekonomi SDGs 8) dan pengelolaan sumber daya alam (mendukung penguatan SDGs 12). Data litologi, struktur geologi, geomorfologi, dan keberadaan Air Terjun Klating dapat menjadi landasan ilmiah bagi pengembangan wisata edukasi geologi. Informasi mengenai pola aliran sungai, pembagian satuan geomorfologi, dan stratigrafi juga relevan untuk perencanaan tata ruang, mitigasi bencana (mendukung penguatan SDGs 11), dan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, hasil pemetaan tidak hanya bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga bagi pemerintah daerah, pelaku wisata, dan masyarakat setempat dalam memanfaatkan potensi wilayah secara berkelanjutan.

Secara keseluruhan, Kuliah Lapangan Geologi 2025 tidak hanya memperdalam pengetahuan geologi, tetapi juga memberikan pengalaman berharga dalam menghadapi medan yang menantang, membangun kerja sama tim, serta menjalin hubungan dengan masyarakat setempat. Kuliah Lapangan Mandiri khususnya telah membentuk pemahaman mendalam mengenai penerapan ilmu geologi di lapangan secara nyata.

 

Humas Departemen | Oktober 2025